ANALISIS KEMEROSOTAN NILAI KASIH DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA

Djone Gerges Nicolas1, Adolf Bastian Butarbutar2, Vlory Ruth Wowor3, Edward Butarbutar4, Daniel Nainggolan5

Sekolah Tinggi Teologi Katharos Indonesia Bekasi12345

[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4, [email protected]5

 

 

Abstract

Received:

03-06-2022

Analysis of the Decline in the Value of Love in Believers' Lives". The purpose of this study is to analyze the causes of the decline in the value of love in the lives of believers today.� Today, the value of the life of most people who are called or call themselves Christians is contrary to the principle of love which is the hallmark of Christianity.� It was found that pastors preached about love but molested their congregations, at the pastoral level involved in corruption of church funds and imprisoned, divorce of Christian couples began to become a trend and a custom such as in certain religious beliefs, profit-oriented service patterns such as in business institutions have begun to be seen in the implementation of services.� church.� All of this is contrary to love which is basically willing to sacrifice to be a blessing to others and not actually harm them, because Christianity is identical with love that is manifested through caring because of high compassion for others as Jesus has shown during His presence on earth.� The research approach method used is descriptive qualitative with data collection through various library sources.� The result: first, believers have not fully dedicated their lives to glorifying God.� Second, believers are affected by the currents of the world system.

Accepted:

10-06-2022

Published:

20-06-2022

Keywords:

Decline; Value Love Life; Believers.

 

Abstrak

Kata kunci:

Kemerosotan; Nilai Kasih Kehidupan; Orang Percaya.

�Analisis Kemerosotan Nilai Kasih Dalam Kehidupan Orang Percaya�. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan orang percaya hari-hari ini. Di masa sekarang, nilai kehidupan sebagian besar orang yang disebut atau menyebut diri� Kristen menunjukkan pertentangan dengan prinsip kasih yang merupakan ciri khas Kekristenan. Ditemukan pendeta yang berkhotbah tentang kasih tetapi mencabuli jemaatnya, setingkat gembala jemaat terlibat korupsi dana gereja hingga dipenjara, perceraian pasangan Kristen mulai menjadi tren dan suatu kelaziman seperti pada keyakinan agama tertentu, pola pelayanan yang berorientasi profit seperti pada instansi bisnis sudah mulai terlihat dalam pelaksanaan pelayanan gereja. Semua itu bertentangan dengan kasih yang pada dasarnya rela berkorban demi menjadi berkat bagi orang lain dan bukan justru merugikan mereka, sebab Kekristenan identik dengan kasih yang diwujudlan melalui kepedulian oleh karena belas kasihan yang tinggi terhadap sesama seperti telah ditunjukkan Yesus selama kehadiran-Nya di bumi. Metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui berbagai sumber pustaka. Hasilnya: pertama, orang percaya belum sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan Allah. Kedua, orang percaya terpengaruh arus sistem dunia.

Corresponding Author: Djone Gerges Nicolas�

E-mail: [email protected]

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

PENDAHULUAN

Firman Tuhan dengan tegas dan lugas menyatakan bahwa mereka yang sudah beriman kepada Kristus, yang telah keluar dari kegelapan atau maut, dan masuk ke dalam terang atau hidup mempunyai kesadaran kewajiban menunjukkan kasih melalui pengorbanan bagi sesama sebagai wujud representasi kasih Kristus yang nyata dan sempurna (Yohanes 3:14-16). Hal tersebut telah dibuktikan oleh jemaat mula, murid-murid Kristus yang setia dalam melayani satu dengan yang lain dengan tidak mementingkan ego masing-masing, tetapi sebaliknya justru rela mengorbankan milik pribadi demi memenuhi keperluan sesama, sehingga dengan demikian keharmonisan dan kesatuan dalam kasih persaudaraan tercipta demi kemuliaan Kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 2:42-47 (TB). Dengan kata lain, mereka membuktikan iman mereka melalui tindakan kasih nyata mereka terhadap sesama seperti yang dikatakan Samuel Utoyo dengan menyatakan bahwa segala kepunyaan jemaat mula yang disebut kepunyaan bersama menunjukkan upaya iman yang saling mengasihi serta mendukung sebagai suatu bentuk kasih yang besar satu terhadap yang lainnya (Sutoyo, 2014).

�Pada tahun 2013 lalu, berita online Kompas.com mengungkapkan pertikaian yang terjadi di dalam lingkungan salah satu gereja raksasa di Surabaya yang berujung pada pelaporan polisi atas dugaan tindakan korupsi senilai 4,7 triliun Rupiah yang disangkakan pada pendetanya dari satu sisi, dan pelaporan balik sebagai respon karena yang bersangkutan merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya (Kompas.com, n.d.). Seorang Pendeta sekali lagi terbukti oleh pengadilan 2 tahun lalu melakukan tindakan amoral pemerkosaan terhadap jemaatnya yang masih di bawah umur selama kurang lebih 16 tahun lamanya, sehingga karenanya divonis hukuman selama 10 tahun sebagai konsekuensi dari perbuatannya (Merdeka.com, n.d.). Selanjutnya, terdapat oknum Pendeta yang lain merangkap sebagai Kepala Sekolah di wilayah Medan yang divonis 15 tahun penjara oleh karena mencabuli 6 siswinya. Maka, dapat diamati bahwa hamba Tuhan sebagai pemimpin yang telah dipercayakan Tuhan untuk membimbing Umat-Nya dengan kasih, justru menjadi batu sandungan dengan menunjukkan sikap amoral yang bertentangan dengan status dan tugas yang sesungguhnya ditetapkan Allah atas mereka.

Soegiarto berpandangan bahwa dikarenakan fakta Allah adalah kasih, kasihlah yang menggerakan dan mendasari apa pun yang dilakukan, termasuk dasar penyelamatan yang terwujud dalam pribadi Kristus, sehingga dengan demikian kasih menjadi kekuatan yang menggerakan juga pelaksanaan misi yang dari Allah (Soegiarto, 2012). Samben dan Christian menyatakan bahwa kehidupan dalam kasih bagi orang percaya merupakan sesuatu yang penting dikarenakan kasih tersebut adalah identitas seorang yang berkeyakinan Kristen, sehingga mengasihi sesama seharusnya wajib dan wajar oleh karena kasih Allah sudah mengalir dalam kehidupan mereka yang percaya (Samben & Christian, 2021). Maia berkata bahwa kasih yang dibuktikan melalui perbuatan merupakan sikap dasar hidup orang-orang percaya (Maia, 2019). Ironiya, Suharta menyatakan bahwa justru saat ini, ditemukan kelalaian sejumlah besar� keluarga Kristen� dalam� menyatakan� kasih� sayang� maupun� memperhatikan orang lain, dalam hal ini anak-anak dan disebabkan oleh ketidaksadaran bahwa itu mengakibatkan anak-anak kemudian akan sulit menunjukkan kasih maupun cinta mereka I Made Suharta, �Pastoral Konseling Terhadap Anak Usia 5-12 Tahun Yang Mengalami Krisis Kasih Sayang,� SCRIPTA: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kontekstual 4, no. 2 (2020): 158�81, https://doi.org/10.47154/scripta.v4i2.41.. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa kasih seharusnya menjadi bagi setiap mereka yang dengan sungguh-sungguh percaya dan telah menetapkan kehidupannya untuk memuliakan Kristus, perangsang setiap tindakan yang hendak dilakukan. Sebab berbicara kasih adalah juga berbicara tentang kemurnian dalam segala sesuatu yang dilakukan.

�Kasih merupakan kekuatan yang menggerakan Allah dan misinya, serta ciri khas dan identitas kekristenan yang membuktikan kasih Kristus kepada dunia melalui tindakan nyata pengikut-Nya demi kepentingan sesama. Frederikus Fios dalam penulisannya berkaitan manusia rohani atau spirutual dalam hubungannya dengan alam menyampaikan bahwa cinta kasih sebagai bagian sikap-sikap keutamaan rohani jauh dari kesadaran rasional maupun penghayatan praksis hidup manusia yang melukiskan gambaran wajah manusia kontempoprer yang tidak sehat atau merana, sehingga diperlukan perubahan cara pandang manusia yang materialis ke arah pemahaman yang spiritual (Fios, 2019) .

Theresia Endang menyampaikan bahwa tersingkirnya kesadaran moralitas dalam diri manusia pada nilai religios telah menjadi penyebab berbagai krisis seperti krisis kasih sayang maupun krisis iman, oleh karena kecenderungan manusia termasuk orang percaya lebih pada cinta harta ketimbang cinta akan Allah (Theresia Endang Sulistyawati, 2020). Selanjutnya, Imron Muttaqin menyampaikan bahwa sifat egosentris merupakan salah satu dari 6 faktor yang menyebabkan kehancuran rumah tangga yang berdampak negatif pada pertumbuhan anak-anak (Imron Muttaqin, 2019).

Krisis kasih pada kenyataan berdampak secara negatif dalam berbagai aspek kehidupan manusia seperti dalam hubungannya dengan alam seperti yang telah disampaikan oleh Frederikus Fios, dalam hubungannya dengan Allah seperti pandangan Theresia Endang, dan juga dalam hubungannya dengan manusia, dalam hal ini dalam hubungan keluarga yang melibatkan anak-anak sebagai korban seperti yang telah disampaikan oleh Imron Muttaqin. Maka Penulis sependapat dengan penelitian terdahulu bahwa ada yang salah dalam kehidupan manusia berkaitan dengan kasih sehingga berdampak negatif bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan alam, maupun dengan sesama. Hanya, penulis dalam penelitian ini hendak lebih mendalami krisis kasih yang terjadi bukan sebatas pada alam maupun dalam keluarga, tetapi lebih fokus menindaklanjuti pandangan Theresa Endang berkaitan dengan kasih manusia yang lebih cinta harta ketimbang mencintai Allah yang notabene merupakan sumber kehidupan manusia itu sendiri. Sebab terdapat petunjuk atau indikasi bahwa krisis kasih kepada Allah mengisyaratkan bahwa mereka yang sedang mengalaminya, mungkin tanpa menyadarinya perlahan sedang terjerumus dalam perangkap penipuan Iblis yang hendak membunuh iman, dan mendatangkan kebinasaan atas mereka.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan berhubungan dengan krisis dan kemerosotan nilai kasih yang terjadi dalam kehidupan orang-orang percaya, penulis bertujuan dalam penelitian ini menganalisa apa yang menjadi penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan orang percaya di masa kini.

 

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah kualitatif deskriptif. Amir Hamzah menyatakan penelitian dengan pendekatan metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan tipe data deskriptif sejenis ucapan maupun tulisan, dan juga tindakan oknum-oknum yang diamati dalam suatu konteks dengan sudut pandang komprehensif holistic (H., 2020). Sugiyono berpandangan bahwa penelitian deskriptif menurut Sugiyono merupakan penelitian yang dipakai dalam rangka mendeskripsikan dan juga memberi gambaran data yang sudah diperoleh seadanya, dan yang mempunyai tujuan menganalisis data tanpa maksud menarik kesimpulan yang bersifat berlaku untuk umum (Sugiyono., 2017). Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai sumber seperti Alkitab, buku, jurnal, wawancara, serta sumber lain yang mempunyai keterkaitan dengan topik kajian.� Metode ini digunakan untuk deskripsikan penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan orang percaya di masa kini, yang pada dasarnya bertentangan dengan nilai kasih yang sesungguhnya yang telah diperagakan oleh Kristus sendiri selaku tokoh sentral dasar iman kekristenan. Penulis menganalisis data dengan model Miles serta� Huberman dengan� mereduksi� data� hasil� dari wawancara yang dilakukan dan� digolongkan sehingga data yang tidak dibutuhkan diabaikan dalam rangka memperoleh� informasi� yang dapat dipercaya sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan dengan� diverifikasi data.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wawancara yang telah dilaksanakan dengan 10 narasumber yang dari dua komunitas yang terdapat di wilayah Jakarta Utara: Yakni Komunitas Sel Pemuda Komunitas Sel TEGAR (Terang dan Garam) Hariston Hotel Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut (Nicolas, 2022):

 

Tabel 1.

Penyebab Kemerosotan Nilai Kasih Dalam Kehidupan Orang Percaya Di Masa Kini

 

Narasumber

Jawaban

1

A���������

Memikirkan diri sendiri sehingga tidak ada kepedulian terhadap sesama, terbawa oleh pola hidup lingkungan.

2

T

Mengasihi diri sendiri dan menjadi hamba uang.

3

H

Kasihnya pura-pura, sebab di balik apa yang diperbuat adalah motivasi mencari keuntungan dan bukan menjadi berkat dikarenakan kasih seharusnya tidak merugikan sesama.

4

S

Nilai kehidupan yang dihidupi oleh orang Kristen tidak berbeda dengan nilai kehidupan orang dunia (di luar kekristenan).

5

Au

Belum sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus

6

F

Mengalami kekecewaan satu dengan yang lain sehingga kasih mereka menjadi dingin.

7

He

Pengetahuan orang percaya akan tujuan hidup di dalam panggilan Allah masih belum jelas.

8

V

Pola hedonisme dan ambisi mengejar popularitas yang berlebihan dalam dunia pelayanan gereja.

9

H2

Fokus pada kepentingan kelompok/denominasi dan bukan pada kepentingan Kerajaan Allah untuk membangun dan mempertumbuhkan tubuh Kristus (gereja).

10

Z

Visi dan misi gereja masa kini menjadi kabur dan berbeda dari misi yang Allah tetapkan, sebab visi dan misi gereja bergeser lebih kepada pemenuhan keinginan-keinginan daging.

 

����������� Berdasarkan pemaparan hasil tabel 1 di atas, didapati bahwa sebagian narasumber: yakni A, T, H, dan Z berpandangan bahwa penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan orang percaya di masa kini adalah karena tujuan kehidupan yang dihidupi oleh sebagian orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru berorientasi kepada kepentingan diri sendiri.� Jika orientasi orang percaya tertuju pada kepentingan diri sendiri dan bukan untuk mempermuliakan nama Tuhan, maka hidup orang percaya dapat menjadi batu sandungan baik bagi sesama orang percaya maupun bagi mereka yang masih belum percaya kepada Kristus.

���������� Pandangan bahwa penyebabnya dikarenakan nilai kehidupan yang dihidupi oleh orang Kristen tidaklah berbeda dengan nilai kehidupan orang dunia (di luar kekristenan) seperti yang disampaikan oleh Suyanto, dan didukung oleh ucapan H, V dan Z bahwa pada mencari keuntungan semata dan merugikan sesama, mengejar pemenuhan keinginan-keinginan daging, serta menunjukkan pola hedonisme dan ambisi yang berlebihan dalam mengejar popularitas. Bahkan He, Au dan F menilai bahwa orang-orang percaya belum sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus, dengan pengetahuan akan tujuan hidup di dalam panggilan Allah yang masih belum jelas sehingga mudah kecewa sama seperti mereka yang belum percaya kepada Kristus. Jika nilai kehidupan yang dihidupi oleh orang percaya tidaklah berbeda dengan nilai kehidupan mereka yang di luar kekristenan, maka orang percaya dapat diperkirakan belum sesungguhnya mengalami pembaharuan hidup sehingga orang percaya belum sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan Allah, dan juga terpengaruh arus sistem dunia.

Orang percaya belum sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan Allah

����������� Kehidupan sebagian orang percaya bertentangan dengan kasih yang merupakan nilai inti dan dasar kekristenan sehingga dengan otomatis tidak mungkin memuliakan nama Kristus. Tujuan Allah dalam menciptakan dunia dan segala yang terdapat di dalamnya adalah untuk kemuliaan-Nya dan tidak untuk kepentingan maupun kepuasan pribadi manusia. Dengan kata lain, apa pun yang Allah ciptakan, baik manusia atau pun tujuan hidupnya mempunyai suatu tujuan yang jelas: yaitu untuk memuliakan Allah, dan hal tersebut sangat berbeda dengan tujuan yang didasari oleh sifat egosentris seperti yang disampaikan oleh Lima dengan menyatakan bahwa kehidupan manusia sepenuhnya merupakan milik Tuhan dan dijalani untuk memuliakan Dia, sehingga pemahaman yang jelas dan tepat menjadi keperluan, sebab memuliakan Allah bagi umat percaya merupakan arah tunggal kehidupan mereka di dunia ini Jadi Sampurna Lima, �Jadi Sampurna Lima, �Injil Sebagai Kabar Tentang Kembalinya Kemuliaan Tuhan Ke Dalam Segenap Ciptaan,� Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 1 (2020): https://doi.org/https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.169..� Hal yang serupa telah diperoleh dari Alfons, Tirza, Hia dan Zakararia melalui wawancara Nicolas, �Interview Dengan Narasumber Alfons Abednego, Tirza Manaroinsong Handy, Suyanto, Aurel, Febi, He, Veni, Hia, Zakaria �Wawancara Dilaksanakan Pada Hari Selasa 4 Januari 2022 Jam 19.30 Wib Pada Komunitas Sel Pemuda Komunitas Sel TEGAR (Terang dan Garam) Hariston Hotel Jakarta Jumat 14 .� yang berpandangan bahwa tujuan kehidupan yang dihidupi oleh sebagian orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru untuk kepentingan diri sendiri sehingga menjadi batu sandungan dan bergeser dari misi Allah. Sebab mengasihi diri sendiri adalah hal wajar, namun apa bila hanya mengasihi diri sendiri dan mengabaikan sesama, itu tidak bersesuaian dengan perintah Allah yang justru mengharuskan setiap orang mengasihi sesamanya dengan takaran yang sama yang digunakan pada dirinya sendiri, tidak kurang dan tidak lebih (Markus 12:31).

��������������� Kolose 3:23 memberi gambaran tentang kehidupan orang beriman yang seharusnya memuliakan Allah yang mereka percayai melalui segala aspek kehidupan mereka. Maka, William MacDonald menyampaikan bahwa ayat tersebut memberi suatu pengajaran yang baik dan penting, bahwa pelayanan yang paling rendah sekalipun dapat dimuliakan dan bermartabat jika dilakukan karena Tuhan, tanpa perbedaan antara pekerjaan di bidang pelayanan dan sekuler (William MacDonald, 2015). Afni berkaitan dengan ayat yang sama berpendapat bahwa pekerjaan yang sejati lebih bernilai dari sebatas mencari uang, sebab dalam melakukan sebuah pekerjaan, orang percaya dituntut bersikap tulus dan semangat untuk memuliakan Tuhan.(Afni Esda Jayanti, 2018)

��������������� Konteks ayat tersebut adalah tentang hubungan di antara anggota-anggota keluarga, yakni hubungan antara istteri dan suaminya, dan sebaliknya antara suami dan istrinya, hubungan antara anak-anak dan orangtua dan sebaliknya antara bapa-bapa dan anak-anak, dan juga hubungan hamba-hamba dan tuan-tuan (ayat 18-22). Di ayat 23 penekanan terdapat pada beberapa istilah penting: Pertama, istilah �perbuat� yang berbicara tindakan, pekerjaan maupun pelayanan yang tidak dibatasi dalam bidang atau jenis tertentu. Kedua, istilah �segenap hati� atau �ψυχης� dalam bahasa Yunani dan �heartly� dalam bahasa Inggris yang dapat dimaknai dengan �sepenuh hati, dengan dedikasi dan komitmen yang tinggi, dengan kemurnian dan ketulusan� berdasarkan kerinduan dan fokus hati yang tertuju kepada Tuhan.

������������ Memuliakan Tuhan dapat diawali dengan kesadaran bahwa hanya Dia yang layak disenangkan dan dimuliakan sebagai ibadah yang ditujukan kepada-Nya, dan yang merupakan esensi panggilan umat Allah dari sejak Perjanjian Lama. Menurut Johannis, ibadah tersebut adalah hal yang mendasar dalam kehidupan orang percaya karena merupakan perwujudan iman orang percaya dalam bentuk ritual maupun liturgi, serta dapat juga diekspresikan dalam berbagai hal (Siahaya, Siahaya, & Rinukti, 2020). Oleh karena itu, iman bukanlah sesuatu yang kosong sehingga iman seharusnya dibuktikan melalui tindakan yang nampak dan bukan abstrak, karena berbicara iman adalah berhubungan dengan siapa yang dipercayai, sehingga dengan demikian kehidupan baru yang telah dianugerahkan Allah kepada setiap orang percaya harus dijadikan sarana ibadah untuk memuliakan kembali Allah.

�������������� Iman merupakan karya dan kesanggupan Allah dalam diri manusia (2 Korintus 3:5 (TB). Demikian juga 1 Korintus 12:3 menjelaskan bahwa Roh Kuduslah merupakan sumber iman kepada Kristus dan tanpa karyaNya tidak mungkin seseorang dapat membuat pengakuan iman kepada Kristus. Terbukti dalam Kitab Perjamjian Lama bahwa Allah telah memanggil Musa dan kemudian mengutusnya ke Mesir untuk membebaskan bangsa Israel yang merupakan bangsa pilihan-Nya. Dia telah lebih dulu mengutarakan tujuan pembebasan dan panggilan-Nya kepada mereka: yakni untuk beribadah kepadaNya. Pesan tersebut telah disampaikan Allah kepada Firauan melalui perantaraan Musa (Keluaran 7:16 (TB).

���������������� Kasih bermula dari Allah dan telah dibuktikan oleh Allah melalui pengorbanan-Nya di dalam Yesus Kristus di kayu salib, bukan sekedar ucapan nubuatan maupun tulisan, tetapi Dia menggenapi setiap nubuatan yang telah disampaikan-Nya sebagai bukti kesetiaan-Nya terhadap firman-Nya, dan juga sebagai bukti kasih-Nya kepada umat manusia yang dikasihi-Nya. Hal itu searah dengan pandangan Samuel Soegiarto yang menyatakan bahwa dikarenakan hakekat Allah adalah kasih, maka kasih Allah secara khusus yang mendasari dan memotoring karya keselamatan yang telah dikerjakan-Nya dalam pribadi Kristus(Soegiarto, 2012), dan keselamatan yang berasal dari Tuhan merupakan bukti kasih-Nya yang luar biasa yang dikaruniakan-Nya (Yonathan Alex Arifianto, 2020).

����������������� Injil itu sendiri menyatakan kemuliaan Allah, sebab Kristus adalah terang oleh karena pengikut Kristus merupakan surat-Nya yang terbuka, sehingga kehidupan mereka termasuk melalui perkara yang dipandang sepele semacam makanan. Rasul Paulus menyatakan bahwa apa bila seseorang makan ataupun minum, ataupun dalam melaksanakan hal yang lain, itu semua harus dilaksanakan demi kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31 (TB). Maka, sepantasnya Allah layak terima kemuliaan dari hidup mereka yang telah diselamatkan-Nya searah dengan apa yang disampaikan Susanto, yakni bahwa kehidupan orang percaya adalah suatu persembahan yang hidup seperti persembahan yang terdapat ketika di dalam Bait Allah hadir seseorang maupun sekelompok orang dalam rangka menyatakan hormat dan imannya kepada Tuhan(Dwiraharjo, Tinggi, Baptis, & Pendahuluan, 2018).

�������������� Demikian juga, Zega dalam mengutip John Stott berpendapat bahwa dengan mengaitan penginjilan yang adalah bagian panggilan kehidupan orang percaya sebagai suatu proklamasi berita injil yang membuahkan keselamatan manusia dari kecenderungan mementingkan diri, kepada suatu kebebasan untuk tujuan mengutamakan dan memuliakan Allah (Zega Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Nias Selatan, 2020). Sebagai komunitas mereka yang telah dilahirkan kembali oleh kemurahan Allah, orang percaya berada di dalam panggilan Allah di mana mereka mengalami transformasi sehingga perubahan kehidupan mereka wajib tertuju pada kemuliaan Allah, sebab pembaharuan tersebut mempunyai implikasi pada misi yang dipercayakan kepada mereka di tengah dunia sebagai tujuan utama (Salurante, Bilo, & Kristanto, 2021). Misi Allah melalui gereja dan orang-orang percaya adalah penyebaran Injil yang tidak lain adalah pesan kasih bagi sesama dan dunia ini, sehingga panggilan Allah berhubungan erat dengan berita kasih yang ujungnya akan mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya.

����������� Yohanes 15:8 (TB) menyebut bahwa Bapa dimuliakan apa bila orang-orang percaya menyebarkan berita kasih dan berbuah bagi Kerajaan Allah. Niat mempersembahkan suatu korban atau hadiah yang terbaik bagi orang yang ingin disenangkan, tentu perlu dilandasi lebih dahulu dengan pengetahuan yang akurat akan apa yang dapat menyukakan pribadi tersebut. Jika pribadi tersebut adalah spesial, maka yang dipersembahkan pasti tidak akan sembarangan atau asal-asalan, sebab seseorang yang dikasihi diperlakukan secara istimewa pula. Oleh karena itu, seharusnya kehidupan orang percaya dipersembahkan sebagai korban yang terbaik bagi Allah yang dikasihi dan yang telah lebih dulu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi mereka yang seharusnya tidak layak karena dosa. Maka pengetahuan akan kehendak Allah untuk dimuliakan seharusnya menjadi perhatian utama setiap umat-Nya sebagai orang-orang pilihan yang dipanggil untuk hidup dengan nilai yang berbeda dengan nilai dunia ini.

Orang Percaya terpengaruh arus sistem dunia

���������� Asih Sumiwi berpendapat bahwa pada kenyataannya terdapat orang percaya yang tidak lagi menjadi garam dan terang dunia, tetapi justru terseret arus sistem dunia (Asih Rachmani Endang Sumiwi, 2018). Takaliuang mengutip hasil survei yang telah diperoleh The Barna Group bahwa perlahan-lahan mereka yang Kristen Injili kelihatannya mempunyai hasrat mengikuti gaya kehidupan hedon materialistik yang terpusat pada kepentingan sendiri maupun berperilaku secara tidak bermoral dalam seksualitas selayaknya orang duniawi pada umunya (Takaliuang, 2013). Hal tersebut berbeda dengan nasihat Paulus melalui Surat Roma 12:2 dengan menyampaikan bahwa nilai kehidupan orang percaya seharusnya sama sekali berbeda dengan nilai yang dipegang oleh mereka yang belum percaya kepada Kristus, sebab hal tersebut berhubungan dengan status dan komitmen untuk mempersembahkan kehidupan sepenuhnya untuk kemuliaan Allah yang terdapat di Roma 12:1.

������������� Melihat hasil wawancara (Tabel1), Firman Allah yang disampaikan oleh Paulus berbeda dengan apa yang telah diperoleh dari pernyataan V, S, Z, T, A, H, dan F yang menyatakan bahwa orang percaya sudah terpapar pola hidup yang hedonis dan ambisi mengejar popularitas yang berlebihan dalam dunia pelayanan gereja, mengejar pemenuhan keinginan-keinginan daging, merugikan sesama, menjadi hamba uang, mudah kecewa. Oleh karena itu, semua nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang digunakan oleh dunia demi memperoleh apa yang hendak dicapainya, menghalalkan segala cara tanpa mempedulikan yang di sekitar menjadi korban atau tidak, sehingga bertentangan dengan karakter pribadi yang sudah diperbaharui dalam Kristus Yesus. Maka Susanto Dwiraharjo menyampaikan bahwa semua orang percaya yang sudah mengalami pembenaran, sesungguhnya meruupakan oknum yang sudah meninggalkan dunia, sehingga juga telah meninggalkan kehidupan yang lama untuk hidup dalam pembaharuan dengan keberanian menjauhi pola hidup duniawi (Dwiraharjo et al., 2018).

����������� Petrus mengingatkan kepada orang yang megiring Kristus bahwa kehendak Allah adalah umat-Nya berbuat yang baik oleh karena kehidupan dan kemerdekaan yang telah dianugerahkan Allah menjadikan mereka hamba, sehingga tidak boleh disalahgunakan dengan melakukan apa yang jahat di hadapan-Nya (1 Petrus 2:15-16 (TB)). Dengan kata lain ada suatu pesan penting untuk mengingatkan perbedaan yang seharusnya terdapat antara orang yang sudah di dalam Kristus dan mereka yang masih tergolong di luar iman, dengan menyadari bahwa mereka bukan berasal dari dunia dan karena itu harus tampil berbeda dari mereka yang duniawi seperti yang digambarkan oleh Asih dan Joseph bahwa terdapat pada kenyataannya pelayan Tuhan yang mengajukan tuntutan fasilitas untuk melaksanakan kegiataan yang mempunyai hubungan dengan hal ibadah seperti menuntut merek mobil tertentu, meminta diperlakukan secara khusus dan berani memberi tarif untuk pelayanan yang hendak dilaksanakan (Asih Rachmani Endang; Joseph Christ Santo Sumiwi, 2019). Maka kasih tidak berhenti pada pengetahuan semata tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya seturut dengan kehendak dan perintah Allah, tetapi kasih bertindak dan mewujudkan apa yang sudah diketahui tentang kebenaran.

������������� Kasih menuntut orang-orang percaya berkorban demi orang lain, dan menekankan keutamaan melayani dibanding dilayani seperti yang diungkapkan Kristus sendiri yang menyatakan hadir di dunia dengan tujuan melayani dan bahkan mempersembahkan nyawa untuk semua orang, bukan untuk dilayani (Matius 10:28). Bahkan diungkapkan-Nya bahwa adalah lebih berbahagia jika orang percaya mengutamakan sifat memberi dibanding kecenderungan selalu mau menerima sesuatu (Kisah Para Rasul 20:35). Hal tersebut disepakati oleh Edwin yang menyatakan bahwa orang percaya sebagai wakil Kristus mempunyai tanggung jawab menjadi menjelmakan anugerah Allah di tengah dunia melalui kasih dengan memprioritaskan kepentingan sesama di atas kepentingan diri sendiri, sebab kasih menolak perzinaan, pembunuhan, pencurian, keinginan atas milik sesama (G., 2021). Oleh karena itu, justru menjadi suatu anomali dan bahkan ironis apa bila seseorang yang membuat pengakuan dirinya sebagai orang percaya di dalam Kristus Yesus, hidup tidak berbeda dengan nilai dunia ini.

�������������� Status dan identitasnya telah diperbaharui, seharusnya pola pikir dan tindakan orang percaya pun menjadi baru sejalan dengan status baru yang melekat pada mereka sebagai mempelai Kristus, sehingga orang percaya selayaknya hidup sesuai kebenaran Dia yang telah mengangkat mereka sebagai kekasih-kekasih-Nya. Kristianto dkk �menyampaikan berkaitan dengan pelayanan di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga, peranan mengasuh anak-anak (termasuk anak-anak non Kristen) dilaksanakan karena dasar �KASIH� sebagai landasan yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya dalam kehidupan yang dihidupi sehari-hari sebagai bentuk pelayanan. Maka, Bilo berpandangan bahwa kasih��� adalah musuh tertinggi dari sifat egois sehingga menolak pencarian keuntungan pribadi, menolak pencarian� pujian��� maupun pencarian kehormatan manusiawi, terlebih� pencarian akan keuntungan pribadi(Bilo, 2018). Semua nilai tersebut yang dijunjung tinggi dan diharapkan, serta dikejar oleh dunia sehingga anak-anak terang seharusnya memegang nilai-nilai yang berbeda. Padahal firman Allah mengingatkan setiap orang percaya akan statusnya sebagai umat yang kudus, yang bermaksud menegaskan status sebagai orang-orang yang telah dikhususkan, dipisahkan dan diberi kehormatan menjadi bagian dari panggilan dan rencana sorgawi (Ibrani 3:1) untuk menunjukkan perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara kegelapan dan terang.

����������� Berbicara status kudus tidak dapat dipisahkan dari kewajiban kesetiaan umat kepada Allah dan perintah-perintahNya sebagaimana Yesus telah memberi keteladanan kesetiaan-Nya kepada BapaNya, dan Musa pun telah membuktikan kesetiaan-nya kepada rumah Allah yang berbicara proyek-Nya (Ibrani 3:1-2). Maka kesetiaan merupakan sifat yang berhubungan erat baik dengan iman tetapi juga dengan siapa yang diimani atau dipercayai, sebab dari situlah timbul dasar penyembahan yang murni kepada Allah sebagai Pemilik Satu-satunya atas kehidupan mereka yang telah diperdamaikan dengan Dia di dalam Kristus. Namun, apa bila orang percaya menjadi garam yang tawar sehingga tidak berfungsi sesuai tujuan yang sudah ditetapkan Allah? Sama seolah sebuah bolam lampu yang dibeli tetapi tidak dapat menyala untuk menerangi suatu ruangan dan orang yang terdapat di dalamnya, apa manfaatnya? Sehingga Hendrik dan Alon berkata bahwa menjadi suatu kewajiban setiap orang Kristen untuk berubah sehingga berbeda dengan dunia, dan sebaliknya wajib menjadi serupa dengan gambar pribadi Yesus melalui perubahan secara moral maupun etika, juga secara mental dan spiritual, serta pula secara motivasi (Sine & Nainggolan, 2021).

����������� Berkaitan dengan tanggapan Zakaria dalam wawancara yang menyatakan pengejaran orang percaya akan pemenuhan keinginan-keinginan daging menjadi suatu bukti bahwa orang percaya memegang nilai duniawi yang justru bertolak belakang dengan status mereka. Sebab, Roma 8:5-8 (TB) menegaskan bahwa barangsiapa hidup menuruti keinginan daging justru dipenuhi pikiran-pikiran yang juga dari daging sehingga berseteru dan bertentangan dengan Allah dan kehendak-Nya, dengan demikian berbeda dengan mereka yang dipimpin oleh Roh sebagai ciptaan baru, dan hidup dalam keinginan Roh tersebut serta tunduk kepada aturan dan perintah Allah ang hidup menurut Roh, karena mempunyai pemikiran berasal dari Roh. Handi berpandangan bahwa terdapat kasih yang pura-pura, sehingga Elfrida dalam mengutip Gleason berpendapat bahwa hidup orang percaya yang sudah mengalami perubahan secara kontinu apa bila dengan penuh penyerahan karena iman tanpa berpura-pura pasti memberi hasil buah Roh, sebab kepura-puraan merupakan penipuan atas diri pribadi yang melakukannya (Siringo-ringo, 2019).

��������� Terdapat suatu kebenaran yang absolut antara perbedaan orang yang telah diperbaharui atau orang percaya dengan orang yang belum mengalami kasih karunia Allah yang serupa. Hal tersebut terdapat dalam perubahan yang dialami oleh akal budi, sehingga berbeda dengan dunia terdapat kejelasan tentang tujuan hidup orang percaya di tengah dunia ini. Alkitab menegaskan manusia hadir di dunia ini untuk memenuhi tujuan Allah, sebab dunia tidak tahu arah dan tujuan hidup sehingga tidak heran apa bila orang yang belum percaya hidup berpusat pada pribadi mereka saja seperti yang dikatakan oleh Alfons. Oleh karena alasan tersebut, orang percaya harus menyadari statusnya sebagai pelayan yang harus mengalami perubahan dari cara hidupnya yang lampau ketika mereka belum dalam kebenaran, yakni pembaharuan pikiran seperti yang disampailan oleh Yotam (Kusnandar, 2018).

��������� Melalui pembaharuan, orang percaya yang sungguh merdeka akan hidup dalam perbedaan nilai dengan dunia, oleh karena melalui pembaharuan pola pikir, mereka mengetahui sungguh-sungguh apa yang menjadi kehendak Allah bagi kehidupan mereka, bagi kehidupan orang di sekitar mereka, dan juga bagi dunia ini secara keseluruhan. Mereka tahu apa yang baik di hadapan Allah sehingga mereka pasti akan menghindari apa yang jahat di mataNya, mereka tahu apa yang berkenan di hadapan Allah sehingga mereka akan berusaha dan merindukan menyenangkan Dia, mereka juga tahu apa yang sempurna dalam cara pandang Allah sehingga mereka akan hidup sesuai standar yang menjadi tolak ukur Allah: yaitu dalam berpegang teguh pada nilai iman dan kekudusan sebagaimana seharusnya anak-anak yang berasal dari Allah hidup.

�������� Dalam 2 Timotius 3:17 (TB), setiap orang yang telah menjadi milik Allah dipersiapkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yakni yang seturut apa yang Allah perintahkan dan kehendaki. Maka, pikiran yang sudah ditransformasi pasti menjadi dasar yang melandasi setiap tindakan orang percaya seturut dengan kebenaran Allah. Oleh karena kebenaran yang diketahui seseoranglah yang memerdekakan pribadinya dari hidup dan tujuan yang di luar rencana Allah. Ada penolakan terhadap perbuatan yang tidak bermanfaat alias sia-sia dikarenakan sudah terdapat pengertian akan kehendak Allah dan bukan sebatas karena suatu keterpaksaan(Asih Rachmani Endang Sumiwi, 2018), namun hidup dalam kebenaran justru dikarenakan hatinya sudah mengalami penerangan statusnya dorongan kesadaran bahwa karena sudah dibenarkan (Santo, 2018).

��������� Febi menyampaikan bahwa terdapat kekecewaan satu dengan yang lain di antara orang-orang percaya, sehingga kasih mereka menjadi dingin. Kekecewaan adalah manusiawi dan dapat dialami oleh siapapun, namun apa bila kekecewaan mengakibatkan kasihnya tidaklah termanifestasi dengan baik, itu memberi indikasi bahwa kekecewaan tersebut bertentangan dengan nilai kasih yang sesungguhnya mengampuni, tidak menyimpan kesalahan tetapi justru menutupi kesalahan orang lain. Sebab kasih selalu memberi dan tidak menuntut, kasih berkorban dan bukan mengorbankan orang lain. Kristus sendiri telah aniaya, difitnah, diludahi, disiksa hingga disalib, namun dia telah mempertahankan perbedaannya dengan dunia hingga akhir, sehingga telah memberi contoh bagi semua orang percaya. Dia punya 1001 alasan untuk kecewa tetapi dia memilih untuk tetap mengampuni, dia hak untuk membalas dendam tetapi dia memilih untuk tetap mengasihi, dia punya hak untuk membatalkan penyaliban-Nya tetapi dia memilih untuk tetap menyelesaikan tugas-Nya dengan tuntas sehingga dengan demikian kasih-Nya terbukti dan perbedaan-Nya telah nampak di dunia hingga hari ini.

������������ Status orang percaya yang melekat sebagai pengikut Kristus dan yang seharusnya hidup berdasarkan nilai kasih, serta pembaharuan akal budi oleh karena sudah menjadi ciptaan baru dapat dipertanyakan, oleh karena nilai yang diperlihatkan oleh mereka justru mirip dan bahkan sama dengan nilai hidup mereka yang belum di dalam Kristus, dan itu merupakan suatu persoalan yang memprihatinkan bagi kekristenan. Maka, 1 Yohanes 3:18 (TB) menasihati orang-orang percaya untuk menunjukkan kasih dengan perbuatan yang benar dan bukan sekedar dengan perkataan manis yang keluar dari mulut

 

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kemerosotan nilai kasih merupakan persoalan baru yang memengaruhi kehidupan orang percaya di masa kini oleh karena dua penyebab: pertama, orang percaya belum sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan Allah. Yakni, tujuan kehidupan yang dihidupi oleh sebagian orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru untuk kepentingan diri sendiri. Kedua, Orang percaya terpengaruh arus sistem dunia, yakni dengan perlahan-lahan memperlihatkan hasrat mengikuti gaya kehidupan hedon materialistik yang terpusat pada kepentingan sendiri maupun berperilaku secara amoral dalam hal seksual seperti dunia pada umunya. Sehingga menjadi batu sandungan dan bergeser dari misi Allah.

�Oleh karena itu, diperlukan penguatan pembinaan baik secara spiritual maupun secara karakter melalui pelayanan pastoral dengan program khusus seperti pemuridan dan program gereja yang lainnya, dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kualitas kehidupan orang percaya sehingga melalui tindakan kasih yang nyata, umat Allah hadir menjadi saksi dan surat yang terbuka dari Kristus Yesus kapan pun dan di mana pun berada. Sebab tanpa kasih, kekristenan tidak ada arti dan relevansinya pasti dipertanyakan, karena mendedikasikan hidup kepada Allah dan memuliakan namaNya merupakan respon yang benar dan tepat atas kasih-Nya yang telah diterima oleh setiap orang yang ada di dalam Kristus Yesus.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afni Esda Jayanti. (2018). Hubungan Agama dan Etos Kerja bagi Jemaat di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Cahaya Kasih. SKRIPSI Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Bilo, Dyulius Thomas. (2018). Kara 13kteristik Kasih Kristiani Menurut 1 Korintus. PHRONESIS: Jurnal Teologi Dan Misi, 1(1), 1�17.

Dwiraharjo, Susanto, Tinggi, Sekolah, Baptis, Teologi, & Pendahuluan, I. (2018). Persembahan Yang Hidup Sebagai Buah dari Pembenaran oleh Iman Menurut Roma 12:1-2. Prudentia: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 1(1), 1�6.

Fios, Frederikus. (2019). Menjadi Manusia Spiritual-Ekologis Di Tengah Krisis Lingkungan Sebuah Review. Jurnal Sosial Humaniora, 12(1), 39�50.

G., Edwin J. (2021). �Esensi Kekristenan Dalam Roma 12:1-2.� Ambassadors: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani, 2(1), 1�22.

H., Amir. (2020). Metode Penelitian dan Perkembangan. Journal of Undergraduate, Social Science and Technology. 3�9.

Imron Muttaqin. (2019). Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Keluarga Broken Home. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 6(2), 245�256.

Kompas.com. (n.d.). �Dugaan Korupsi Dana Gereja Rp. 4,7 Triliun, Jemaat Saling Lapor�, Kompas.com 11 Maret 2013 https://amp.kompas.com/regional/read/2013/03/11/19424221/regionaljawa, dikunjungi pada Kamis 27 Januari 2022 jam 21:16 wib.

Kristianto, Yozabad Bagas Ady; Yonatan Yakub Mononimbar; Paulus Karaeng Lembongan. (2020). Pemahaman Nilai-nilai Iman Kristen Melalui Kegiatan Kerohanian di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga.

Kusnandar, Yotam Teddy. (2018). Pentingnya Golden Character. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 1(1), 11. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v1i1.10

Lima, Jadi Sampurna. (2020). Jadi Sampurna Lima, �Injil Sebagai Kabar Tentang Kembalinya Kemuliaan Tuhan Ke Dalam Segenap Ciptaan. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat, 4(1), 1. https://doi.org/https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.169.

Maia, Pe Jope. (2019). JURNAL JUMPA Vol. VII, Edidi Khusus, Januari 2019| 80. Jurnal Jumpa, VII, 80�100.

Merdeka.com. (n.d.). Merdeka.com, �3 Fakta Terbaru Oknum Pendeta yang Perkosa Korban Selama 16 Tahun 22 September 2020�, https://m.merdeka.com/jatim/3-fakta-terbaru-oknum-pendeta-yang-perkosa-korban-selama-16-tahun.html, Jumat 28 Januari 2022 jam 10.28 wib.

Nicolas, Djone Georges. (2022). Interview dengan narasumber Alfons Abednego, Tirza Manaroinsong Handy, Suyanto, Aurel, Febi, He, Veni, Hia, Zakaria �Wawancara Dilaksanakan Pada Hari Selasa 4 Januari 2022 Jam 19.30 Wib Pada Komunitas Sel Parakletos Cengkareng Jakarta Barat, Dan Jumat 14 .

Salurante, Tony, Bilo, Dyulius Th., & Kristanto, David. (2021). Transformasi komunitas misi: Gereja sebagai ciptaan baru dalam Roh Kudus. Kurios, 7(1), 136. https://doi.org/10.30995/kur.v7i1.234

Samben, Trinanda, & Christian, Grace. (2021). Kasih Kristus Sebagai Landasan Pangajaran Guru Kristen dalam Pendisiplinan Siswa. 1(1).

Santo, Joseph Christ. (2018). Makna dan Penerapan Frasa Mata Hati yang Diterangi dalam Efesus 1:18-19. Jurnal Teologi Berita Hidup, 1(1), 18�19. https://doi.org/10.38189/jtbh.v1i1.1

Siahaya, Johannis, Siahaya, Karel Martinus, & Rinukti, Nunuk. (2020). Tuhan Ada di Mana-mana: Mencari Makna bagi Korban Bencana di Indonesia. Kurios, 6(1), 103. https://doi.org/10.30995/kur.v6i1.147

Sine, Hendrick, & Nainggolan, Alon Mandimpu. (2021). Menelaah Kehendak Allah Bagi Orang Percaya Berdasarkan Roma 12: 2. 8(2), 104�117.

Siringo-ringo, Elfrida. (2019). Pemahaman Ibadah Sejati Berdasarkan Roma 12:1-2 terhadap Pertumbuhan Kerohanian Remaja GPPS Maranata Diski: Studi Eskesegetis. PROVIDENSI: Jurnal Pendidikan Dan Teologi, 1(1), 27�51. https://doi.org/10.51902/providensi.v1i1.51

Soegiarto, Samuel. (2012). Konsep Kasih Allah Menurut Choan-Seng Song dan Aplikasinya Terhadap Pelaksanaan Misi Gereja-Gereja di Indonesia. Veritas: Jurnal Teologi Dan Pelayanan, 13(2), 231�250. https://doi.org/10.36421/veritas.v13i2.262

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharta, I. Made. (2020). Pastoral Konseling Terhadap Anak Usia 5-12 Tahun Yang Mengalami Krisis Kasih Sayang. SCRIPTA: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kontekstual, 4(2), 158�181. https://doi.org/10.47154/scripta.v4i2.41

Sumiwi, Asih Rachmani Endang; Joseph Christ Santo. (2019). Menerapkan Konsep Pelayan Tuhan Perjanjian Baru pada Masa Kini. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 3(2), 94. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v3i2.129

Sumiwi, Asih Rachmani Endang. (2018). Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2. Jurnal Teologi Berita Hidup, 1(1), 46�56. https://doi.org/10.38189/jtbh.v1i1.4

Sutoyo, Daniel. (2014). Gaya Hidup Gereja Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 2: 42-47 Bagi Gereja Masa Kini. Jurnal Antusias, 3(6), 1�31.

Takaliuang, Jammes Juneidy. (2013). Ibadah Sebagai Gaya Hidup Menurut Roma 12:1 dan Implikasinya bagi Ibadah Masa Kini. Missio Ecclesiae, 7(1), 136�148.

Theresia Endang Sulistyawati. (2020). Bersukacitalah Senantiasa Menurut 1 Tesalonika 5:16 dan Implikasinya bagi Orang Percaya Dalam Menghadapi Krisis Akibat Pandemi Covid-19. LOGIA: Jurnal Teologi Pentakosta, 2(1), 97�109.

William MacDonald. (2015). Believers Bible Commentary: Letter to The Colossians, Ed.1 (2015): 41. (1st ed.; Thomas Nelson, Ed.). Nashville.

Yonathan Alex Arifianto, Dicky Dominggus. (2020). Deskripsi Teologi Paulus Tentang Misi dalam Roma 1: 16-17. ILLUMINATE: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani, 3(6), 1�14.

Zega Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Nias Selatan, Sabariah. (2020). Refleksi Teologis tentang Makna Ibadah yang Sejati. Voice of HAMI: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 3(1), 28�38.