ANALISIS KEMEROSOTAN
NILAI KASIH DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA
Djone Gerges Nicolas1, Adolf Bastian
Butarbutar2, Vlory Ruth Wowor3,
Edward Butarbutar4, Daniel Nainggolan5
Sekolah Tinggi Teologi Katharos Indonesia Bekasi12345
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4, [email protected]5
|
Abstract |
|
Received: |
03-06-2022 |
Analysis of the Decline in the Value of
Love in Believers' Lives". The purpose of this study is to analyze the
causes of the decline in the value of love in the lives of believers
today.� Today, the value of the life of
most people who are called or call themselves Christians is contrary to the
principle of love which is the hallmark of Christianity.� It was found that pastors preached about
love but molested their congregations, at the pastoral level involved in
corruption of church funds and imprisoned, divorce of Christian couples began
to become a trend and a custom such as in certain religious beliefs,
profit-oriented service patterns such as in business institutions have begun
to be seen in the implementation of services.�
church.� All of this is contrary
to love which is basically willing to sacrifice to be a blessing to others
and not actually harm them, because Christianity is identical with love that
is manifested through caring because of high compassion for others as Jesus
has shown during His presence on earth.�
The research approach method used is descriptive qualitative with data
collection through various library sources.�
The result: first, believers have not fully dedicated their lives to
glorifying God.� Second, believers are
affected by the currents of the world system. |
Accepted: |
10-06-2022 |
|
Published: |
20-06-2022 |
|
Keywords: |
Decline; Value Love Life; Believers. |
|
|
Abstrak |
|
Kata kunci: |
Kemerosotan; Nilai
Kasih Kehidupan; Orang Percaya. |
�Analisis Kemerosotan Nilai Kasih Dalam Kehidupan Orang Percaya�. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisa penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan orang percaya
hari-hari ini. Di masa sekarang, nilai kehidupan sebagian besar orang yang
disebut atau menyebut diri� Kristen
menunjukkan pertentangan dengan prinsip kasih yang merupakan ciri khas
Kekristenan. Ditemukan pendeta yang berkhotbah tentang kasih tetapi mencabuli
jemaatnya, setingkat gembala jemaat terlibat korupsi dana gereja hingga
dipenjara, perceraian pasangan Kristen mulai menjadi tren dan suatu kelaziman
seperti pada keyakinan agama tertentu, pola pelayanan yang berorientasi
profit seperti pada instansi bisnis sudah mulai terlihat dalam pelaksanaan
pelayanan gereja. Semua itu bertentangan dengan kasih yang pada dasarnya rela
berkorban demi menjadi berkat bagi orang lain dan bukan justru merugikan
mereka, sebab Kekristenan identik dengan kasih yang diwujudlan melalui
kepedulian oleh karena belas kasihan yang tinggi terhadap sesama seperti
telah ditunjukkan Yesus selama kehadiran-Nya di bumi. Metode pendekatan
penelitian yang dipakai adalah kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data
melalui berbagai sumber pustaka. Hasilnya: pertama, orang percaya belum
sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan Allah. Kedua, orang
percaya terpengaruh arus sistem dunia. |
Corresponding Author: Djone Gerges
Nicolas�
E-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Firman Tuhan dengan tegas dan lugas menyatakan bahwa mereka yang sudah beriman kepada
Kristus, yang telah keluar dari kegelapan
atau maut, dan masuk ke dalam
terang atau hidup mempunyai kesadaran kewajiban menunjukkan kasih melalui pengorbanan bagi sesama sebagai
wujud representasi kasih Kristus yang nyata dan sempurna (Yohanes 3:14-16). Hal tersebut telah dibuktikan oleh jemaat mula, murid-murid Kristus yang setia dalam melayani satu dengan yang lain dengan tidak mementingkan
ego masing-masing, tetapi sebaliknya
justru rela mengorbankan milik pribadi demi memenuhi keperluan sesama, sehingga dengan demikian keharmonisan dan kesatuan dalam kasih persaudaraan tercipta demi kemuliaan Kerajaan
Allah (Kisah Para Rasul 2:42-47 (TB). Dengan kata lain, mereka membuktikan iman mereka melalui tindakan kasih nyata mereka terhadap
sesama seperti yang dikatakan Samuel Utoyo dengan menyatakan bahwa segala kepunyaan
jemaat mula yang disebut kepunyaan bersama menunjukkan upaya iman yang saling mengasihi serta mendukung sebagai suatu bentuk
kasih yang besar satu terhadap yang lainnya (Sutoyo, 2014).
�Pada tahun 2013 lalu, berita online Kompas.com mengungkapkan pertikaian yang terjadi di dalam lingkungan salah satu gereja raksasa di Surabaya yang berujung pada pelaporan polisi atas dugaan
tindakan korupsi senilai 4,7 triliun Rupiah yang disangkakan pada pendetanya dari satu sisi,
dan pelaporan balik sebagai respon karena yang bersangkutan merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya (Kompas.com, n.d.). Seorang Pendeta sekali lagi terbukti oleh pengadilan 2 tahun lalu melakukan tindakan amoral pemerkosaan terhadap jemaatnya yang masih di bawah umur selama kurang
lebih 16 tahun lamanya, sehingga karenanya divonis hukuman selama 10 tahun sebagai konsekuensi
dari perbuatannya (Merdeka.com, n.d.). Selanjutnya,
terdapat oknum Pendeta yang lain merangkap sebagai Kepala Sekolah di wilayah Medan yang divonis
15 tahun penjara oleh karena mencabuli 6 siswinya. Maka, dapat diamati bahwa
hamba Tuhan sebagai pemimpin yang telah dipercayakan Tuhan untuk membimbing Umat-Nya dengan kasih, justru menjadi
batu sandungan dengan menunjukkan sikap amoral yang bertentangan dengan status dan tugas yang sesungguhnya ditetapkan Allah atas mereka.
Soegiarto berpandangan
bahwa dikarenakan fakta Allah adalah kasih, kasihlah yang menggerakan dan mendasari apa pun yang dilakukan, termasuk dasar penyelamatan yang terwujud dalam pribadi Kristus,
sehingga dengan demikian kasih menjadi kekuatan yang menggerakan juga pelaksanaan misi yang dari Allah (Soegiarto, 2012). Samben dan
Christian menyatakan bahwa kehidupan dalam kasih bagi orang percaya merupakan sesuatu yang penting dikarenakan kasih tersebut adalah identitas seorang yang berkeyakinan Kristen, sehingga mengasihi sesama seharusnya wajib dan wajar oleh karena kasih Allah sudah mengalir dalam kehidupan mereka yang percaya (Samben & Christian, 2021). Maia berkata
bahwa kasih yang dibuktikan melalui perbuatan merupakan sikap dasar hidup
orang-orang percaya (Maia, 2019). Ironiya, Suharta menyatakan bahwa justru saat
ini, ditemukan kelalaian sejumlah besar� keluarga Kristen� dalam� menyatakan� kasih� sayang� maupun� memperhatikan orang lain, dalam hal ini anak-anak
dan disebabkan oleh ketidaksadaran
bahwa itu mengakibatkan anak-anak kemudian akan sulit
menunjukkan kasih maupun cinta mereka
I Made Suharta, �Pastoral Konseling Terhadap Anak Usia 5-12
Tahun Yang Mengalami Krisis Kasih Sayang,� SCRIPTA: Jurnal Teologi Dan
Pelayanan Kontekstual 4, no. 2 (2020): 158�81,
https://doi.org/10.47154/scripta.v4i2.41.. Maka, tidak dapat dipungkiri
bahwa kasih seharusnya menjadi bagi setiap mereka
yang dengan sungguh-sungguh
percaya dan telah menetapkan kehidupannya untuk memuliakan Kristus, perangsang setiap tindakan yang hendak dilakukan. Sebab berbicara kasih adalah juga berbicara tentang kemurnian dalam segala sesuatu yang dilakukan.
�Kasih merupakan kekuatan yang menggerakan Allah
dan misinya, serta ciri khas dan identitas
kekristenan yang membuktikan
kasih Kristus kepada dunia melalui tindakan nyata pengikut-Nya demi kepentingan sesama. Frederikus Fios dalam penulisannya berkaitan manusia rohani atau spirutual
dalam hubungannya dengan alam menyampaikan
bahwa cinta kasih sebagai bagian
sikap-sikap keutamaan rohani jauh dari
kesadaran rasional maupun penghayatan praksis hidup manusia
yang melukiskan gambaran wajah manusia kontempoprer
yang tidak sehat atau merana, sehingga
diperlukan perubahan cara pandang manusia
yang materialis ke arah pemahaman yang spiritual (Fios, 2019) .
Theresia Endang
menyampaikan bahwa tersingkirnya kesadaran moralitas dalam diri manusia pada nilai religios telah menjadi penyebab
berbagai krisis seperti krisis kasih sayang maupun
krisis iman, oleh karena kecenderungan manusia termasuk orang percaya lebih pada cinta harta ketimbang
cinta akan Allah (Theresia Endang Sulistyawati,
2020). Selanjutnya,
Imron Muttaqin menyampaikan bahwa sifat egosentris merupakan salah satu dari 6 faktor yang menyebabkan kehancuran rumah tangga yang berdampak negatif pada pertumbuhan anak-anak (Imron Muttaqin, 2019).
Krisis kasih pada kenyataan berdampak secara negatif dalam berbagai aspek kehidupan manusia seperti dalam hubungannya dengan alam seperti
yang telah disampaikan oleh
Frederikus Fios, dalam hubungannya dengan Allah seperti pandangan Theresia Endang, dan juga dalam hubungannya dengan manusia, dalam hal ini dalam
hubungan keluarga yang melibatkan anak-anak sebagai korban seperti yang telah disampaikan oleh Imron Muttaqin. Maka Penulis sependapat
dengan penelitian terdahulu bahwa ada yang salah dalam kehidupan manusia berkaitan dengan kasih sehingga berdampak negatif bagi manusia dalam
hubungannya dengan Allah, dengan alam, maupun
dengan sesama. Hanya, penulis dalam penelitian ini hendak lebih
mendalami krisis kasih yang terjadi bukan sebatas pada alam maupun dalam
keluarga, tetapi lebih fokus menindaklanjuti
pandangan Theresa Endang berkaitan dengan kasih manusia yang lebih cinta harta
ketimbang mencintai Allah
yang notabene merupakan sumber kehidupan manusia itu sendiri.
Sebab terdapat petunjuk atau indikasi
bahwa krisis kasih kepada Allah mengisyaratkan bahwa mereka yang sedang mengalaminya, mungkin tanpa menyadarinya perlahan sedang terjerumus dalam perangkap penipuan Iblis yang hendak membunuh iman, dan mendatangkan kebinasaan atas mereka.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan berhubungan dengan krisis dan kemerosotan nilai kasih yang terjadi dalam kehidupan orang-orang percaya, penulis bertujuan dalam penelitian ini menganalisa apa yang menjadi penyebab kemerosotan nilai kasih dalam
kehidupan orang percaya di
masa kini.
METODE
PENELITIAN
Metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah kualitatif deskriptif. Amir Hamzah menyatakan
penelitian dengan pendekatan metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan tipe
data deskriptif sejenis ucapan maupun tulisan, dan juga tindakan oknum-oknum yang diamati dalam suatu
konteks dengan sudut pandang komprehensif
holistic (H., 2020). Sugiyono berpandangan
bahwa penelitian deskriptif menurut Sugiyono merupakan penelitian yang dipakai dalam rangka mendeskripsikan
dan juga memberi gambaran
data yang sudah diperoleh seadanya, dan yang mempunyai tujuan menganalisis data tanpa maksud menarik
kesimpulan yang bersifat berlaku untuk umum
(Sugiyono., 2017). Pengumpulan
data dilakukan melalui berbagai sumber seperti Alkitab, buku, jurnal, wawancara,
serta sumber lain yang mempunyai keterkaitan dengan topik kajian.� Metode ini digunakan untuk
deskripsikan penyebab kemerosotan nilai kasih dalam kehidupan
orang percaya di masa kini,
yang pada dasarnya bertentangan
dengan nilai kasih yang sesungguhnya yang telah diperagakan oleh Kristus sendiri selaku tokoh sentral
dasar iman kekristenan. Penulis menganalisis data dengan model
Miles serta� Huberman dengan� mereduksi� data� hasil� dari wawancara yang dilakukan dan� digolongkan sehingga data yang tidak dibutuhkan diabaikan dalam rangka memperoleh� informasi� yang dapat dipercaya sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan dengan� diverifikasi data.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Wawancara yang telah dilaksanakan dengan 10 narasumber yang dari dua komunitas yang terdapat di wilayah Jakarta Utara: Yakni
Komunitas Sel Pemuda Komunitas Sel TEGAR (Terang dan Garam) Hariston Hotel Jakarta,
diperoleh hasil sebagai berikut (Nicolas, 2022):
Tabel 1.
Penyebab Kemerosotan
Nilai Kasih Dalam Kehidupan
Orang Percaya Di Masa Kini
|
Narasumber |
Jawaban |
1 |
A��������� |
Memikirkan
diri sendiri sehingga tidak ada kepedulian terhadap sesama, terbawa oleh pola hidup lingkungan. |
2 |
T |
Mengasihi
diri sendiri dan menjadi hamba uang. |
3 |
H |
Kasihnya
pura-pura, sebab di balik apa yang diperbuat adalah motivasi mencari keuntungan dan bukan menjadi berkat dikarenakan kasih seharusnya tidak merugikan sesama. |
4 |
S |
Nilai kehidupan yang dihidupi oleh orang Kristen tidak
berbeda dengan nilai kehidupan orang dunia (di
luar kekristenan). |
5 |
Au |
Belum sungguh-sungguh mengalami kasih Kristus |
6 |
F |
Mengalami
kekecewaan satu dengan yang lain sehingga kasih mereka menjadi dingin. |
7 |
He |
Pengetahuan
orang percaya akan tujuan hidup di dalam panggilan Allah masih belum jelas. |
8 |
V |
Pola hedonisme dan ambisi mengejar popularitas yang berlebihan dalam dunia pelayanan gereja. |
9 |
H2 |
Fokus pada kepentingan kelompok/denominasi dan bukan pada kepentingan Kerajaan Allah untuk
membangun dan mempertumbuhkan
tubuh Kristus (gereja). |
10 |
Z |
Visi dan misi
gereja masa kini menjadi kabur dan berbeda dari misi yang Allah tetapkan, sebab visi dan misi gereja bergeser
lebih kepada pemenuhan keinginan-keinginan daging. |
����������� Berdasarkan pemaparan hasil tabel 1 di atas, didapati bahwa sebagian narasumber: yakni A, T, H, dan Z berpandangan bahwa penyebab kemerosotan nilai kasih dalam
kehidupan orang percaya di
masa kini adalah karena tujuan kehidupan
yang dihidupi oleh sebagian
orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru berorientasi kepada kepentingan diri sendiri.� Jika orientasi
orang percaya tertuju pada kepentingan diri sendiri dan bukan untuk mempermuliakan nama Tuhan, maka
hidup orang percaya dapat menjadi batu sandungan baik bagi sesama orang percaya maupun bagi mereka yang masih belum percaya
kepada Kristus.
���������� Pandangan bahwa penyebabnya dikarenakan nilai kehidupan yang dihidupi oleh orang Kristen tidaklah
berbeda dengan nilai kehidupan orang dunia (di luar kekristenan) seperti yang disampaikan oleh Suyanto, dan didukung oleh ucapan H, V
dan Z bahwa
pada mencari keuntungan semata dan merugikan sesama, mengejar pemenuhan keinginan-keinginan daging, serta menunjukkan
pola hedonisme dan ambisi yang berlebihan dalam mengejar popularitas. Bahkan He, Au dan F menilai bahwa orang-orang percaya belum sungguh-sungguh
mengalami kasih Kristus, dengan pengetahuan akan tujuan hidup di dalam panggilan Allah yang masih belum jelas
sehingga mudah kecewa sama seperti
mereka yang belum percaya kepada Kristus. Jika nilai kehidupan yang dihidupi oleh
orang percaya tidaklah berbeda dengan nilai kehidupan mereka yang di luar kekristenan, maka orang percaya dapat diperkirakan
belum sesungguhnya mengalami pembaharuan hidup sehingga orang percaya belum sepenuhnya
mendedikasikan hidup mereka untuk memuliakan
Allah, dan juga terpengaruh arus
sistem dunia.
Orang
percaya belum sepenuhnya mendedikasikan hidup mereka untuk
memuliakan Allah
����������� Kehidupan sebagian
orang percaya bertentangan dengan kasih yang merupakan nilai inti dan dasar kekristenan sehingga dengan otomatis tidak mungkin memuliakan
nama Kristus. Tujuan Allah dalam menciptakan dunia dan segala yang
terdapat di dalamnya adalah untuk kemuliaan-Nya
dan tidak untuk kepentingan maupun kepuasan pribadi manusia. Dengan kata lain, apa pun yang Allah ciptakan, baik manusia atau
pun tujuan hidupnya mempunyai suatu tujuan yang jelas: yaitu untuk memuliakan
Allah, dan hal tersebut
sangat berbeda dengan tujuan yang didasari oleh sifat egosentris seperti yang disampaikan oleh
Lima dengan menyatakan bahwa kehidupan manusia sepenuhnya merupakan milik Tuhan dan dijalani untuk memuliakan Dia, sehingga pemahaman
yang jelas dan tepat menjadi keperluan, sebab memuliakan Allah bagi umat percaya
merupakan arah tunggal kehidupan mereka di dunia ini
Jadi Sampurna Lima, �Jadi Sampurna Lima, �Injil Sebagai Kabar
Tentang Kembalinya Kemuliaan Tuhan Ke Dalam Segenap Ciptaan,� Evangelikal:
Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 1 (2020):
https://doi.org/https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.169..�
Hal yang serupa telah diperoleh
dari Alfons, Tirza, Hia dan Zakararia melalui wawancara Nicolas, �Interview Dengan Narasumber Alfons Abednego, Tirza
Manaroinsong Handy, Suyanto, Aurel, Febi, He, Veni, Hia, Zakaria �Wawancara
Dilaksanakan Pada Hari Selasa 4 Januari 2022 Jam 19.30 Wib Pada Komunitas Sel
Pemuda Komunitas Sel TEGAR (Terang dan Garam) Hariston Hotel Jakarta Jumat 14
.� yang berpandangan
bahwa tujuan kehidupan yang dihidupi oleh sebagian orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru untuk
kepentingan diri sendiri sehingga menjadi batu sandungan dan bergeser dari misi
Allah. Sebab mengasihi diri sendiri adalah
hal wajar, namun apa bila
hanya mengasihi diri sendiri dan mengabaikan sesama, itu tidak bersesuaian
dengan perintah Allah yang justru mengharuskan setiap orang mengasihi sesamanya dengan takaran yang sama yang digunakan pada dirinya sendiri, tidak kurang dan tidak lebih (Markus 12:31).
��������������� Kolose 3:23 memberi
gambaran tentang kehidupan orang beriman yang seharusnya memuliakan Allah yang mereka percayai melalui segala aspek kehidupan mereka. Maka, William MacDonald menyampaikan bahwa ayat tersebut memberi
suatu pengajaran yang baik dan penting, bahwa pelayanan yang paling rendah sekalipun dapat dimuliakan dan bermartabat jika dilakukan karena Tuhan, tanpa perbedaan
antara pekerjaan di bidang pelayanan dan sekuler (William MacDonald, 2015). Afni berkaitan
dengan ayat yang sama berpendapat bahwa pekerjaan yang sejati lebih bernilai
dari sebatas mencari uang, sebab dalam melakukan sebuah pekerjaan, orang percaya dituntut bersikap tulus dan semangat untuk memuliakan Tuhan.(Afni Esda Jayanti, 2018)
��������������� Konteks
ayat tersebut adalah tentang hubungan di antara anggota-anggota keluarga, yakni hubungan antara istteri dan suaminya, dan sebaliknya antara suami dan istrinya, hubungan antara anak-anak dan orangtua dan sebaliknya antara bapa-bapa dan anak-anak, dan juga hubungan
hamba-hamba dan tuan-tuan (ayat 18-22). Di ayat 23 penekanan terdapat pada beberapa istilah penting: Pertama, istilah �perbuat� yang berbicara tindakan, pekerjaan maupun pelayanan yang tidak dibatasi dalam bidang atau
jenis tertentu. Kedua, istilah �segenap hati� atau
�ψυχης� dalam
bahasa Yunani dan �heartly� dalam bahasa Inggris yang dapat dimaknai dengan �sepenuh hati, dengan dedikasi
dan komitmen yang tinggi, dengan kemurnian dan ketulusan� berdasarkan kerinduan dan fokus hati yang tertuju kepada Tuhan.
������������ Memuliakan Tuhan dapat diawali dengan kesadaran bahwa hanya Dia
yang layak disenangkan dan dimuliakan sebagai ibadah yang ditujukan kepada-Nya, dan yang merupakan esensi panggilan umat Allah dari sejak Perjanjian
Lama. Menurut Johannis,
ibadah tersebut adalah hal yang mendasar dalam kehidupan orang percaya karena merupakan perwujudan iman orang percaya dalam bentuk ritual maupun liturgi, serta dapat juga diekspresikan dalam berbagai hal (Siahaya, Siahaya, & Rinukti,
2020). Oleh karena
itu, iman bukanlah sesuatu yang kosong sehingga iman seharusnya dibuktikan melalui tindakan yang nampak dan bukan abstrak, karena berbicara iman adalah berhubungan
dengan siapa yang dipercayai, sehingga dengan demikian kehidupan baru yang telah dianugerahkan Allah kepada setiap orang percaya harus dijadikan
sarana ibadah untuk memuliakan kembali Allah.
�������������� Iman
merupakan karya dan kesanggupan Allah dalam diri manusia (2 Korintus 3:5 (TB). Demikian juga
1 Korintus 12:3 menjelaskan
bahwa Roh Kuduslah merupakan sumber iman kepada
Kristus dan tanpa karyaNya tidak mungkin seseorang dapat membuat pengakuan
iman kepada Kristus. Terbukti dalam
Kitab Perjamjian Lama bahwa
Allah telah memanggil Musa
dan kemudian mengutusnya ke Mesir untuk
membebaskan bangsa Israel
yang merupakan bangsa pilihan-Nya. Dia telah lebih dulu
mengutarakan tujuan pembebasan dan panggilan-Nya kepada mereka: yakni untuk beribadah
kepadaNya. Pesan tersebut telah disampaikan Allah kepada Firauan melalui perantaraan Musa (Keluaran 7:16
(TB).
���������������� Kasih
bermula dari Allah dan telah dibuktikan oleh Allah melalui pengorbanan-Nya di dalam Yesus Kristus
di kayu salib, bukan sekedar ucapan
nubuatan maupun tulisan, tetapi Dia menggenapi
setiap nubuatan yang telah disampaikan-Nya sebagai bukti kesetiaan-Nya
terhadap firman-Nya, dan
juga sebagai bukti kasih-Nya kepada umat manusia yang dikasihi-Nya. Hal
itu searah dengan pandangan Samuel Soegiarto yang menyatakan bahwa dikarenakan hakekat Allah adalah kasih, maka kasih
Allah secara khusus yang mendasari dan memotoring karya keselamatan yang telah dikerjakan-Nya dalam pribadi Kristus(Soegiarto, 2012), dan keselamatan
yang berasal dari Tuhan merupakan bukti kasih-Nya yang luar biasa yang dikaruniakan-Nya (Yonathan Alex Arifianto, 2020).
����������������� Injil itu sendiri menyatakan kemuliaan Allah, sebab Kristus adalah terang oleh karena pengikut Kristus merupakan surat-Nya yang terbuka, sehingga kehidupan mereka termasuk melalui perkara yang dipandang sepele semacam makanan. Rasul Paulus menyatakan bahwa apa bila
seseorang makan ataupun minum, ataupun dalam melaksanakan
hal yang lain, itu semua harus dilaksanakan
demi kemuliaan Allah (1 Korintus
10:31 (TB). Maka, sepantasnya
Allah layak terima kemuliaan dari hidup mereka yang telah diselamatkan-Nya searah dengan apa
yang disampaikan Susanto, yakni
bahwa kehidupan orang percaya adalah suatu persembahan yang hidup seperti persembahan
yang terdapat ketika di dalam Bait Allah hadir seseorang maupun sekelompok orang dalam rangka menyatakan hormat dan imannya kepada Tuhan(Dwiraharjo, Tinggi, Baptis, &
Pendahuluan, 2018).
�������������� Demikian juga, Zega dalam mengutip John Stott berpendapat bahwa dengan mengaitan penginjilan yang adalah bagian panggilan kehidupan orang percaya sebagai suatu proklamasi
berita injil yang membuahkan keselamatan manusia dari kecenderungan
mementingkan diri, kepada suatu kebebasan
untuk tujuan mengutamakan dan memuliakan Allah
(Zega Sekolah Tinggi Teologi Injili
Arastamar Nias Selatan, 2020). Sebagai komunitas mereka yang telah dilahirkan kembali oleh kemurahan Allah,
orang percaya berada di dalam panggilan Allah di mana mereka mengalami transformasi sehingga perubahan kehidupan mereka wajib tertuju
pada kemuliaan Allah, sebab
pembaharuan tersebut mempunyai implikasi pada misi yang dipercayakan kepada mereka di tengah dunia sebagai tujuan utama (Salurante, Bilo, & Kristanto,
2021). Misi Allah melalui gereja dan orang-orang percaya adalah penyebaran Injil yang tidak lain adalah pesan kasih bagi
sesama dan dunia ini, sehingga panggilan Allah berhubungan erat dengan berita kasih
yang ujungnya akan mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya.
����������� Yohanes 15:8 (TB) menyebut
bahwa Bapa dimuliakan apa bila orang-orang percaya menyebarkan berita kasih dan berbuah bagi Kerajaan Allah. Niat mempersembahkan suatu korban atau hadiah yang terbaik bagi orang yang ingin disenangkan, tentu perlu dilandasi
lebih dahulu dengan pengetahuan yang akurat akan apa
yang dapat menyukakan pribadi tersebut. Jika pribadi tersebut adalah spesial, maka yang dipersembahkan pasti tidak akan
sembarangan atau asal-asalan, sebab seseorang yang dikasihi diperlakukan secara istimewa pula. Oleh karena itu, seharusnya kehidupan orang percaya dipersembahkan sebagai korban
yang terbaik bagi Allah
yang dikasihi dan yang telah
lebih dulu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi mereka yang seharusnya tidak layak karena dosa.
Maka pengetahuan akan kehendak Allah untuk dimuliakan seharusnya menjadi perhatian utama setiap umat-Nya sebagai orang-orang pilihan yang dipanggil untuk hidup dengan nilai
yang berbeda dengan nilai dunia ini.
Orang Percaya terpengaruh arus sistem dunia
���������� Asih Sumiwi berpendapat bahwa pada kenyataannya terdapat orang percaya yang tidak lagi menjadi garam dan terang dunia, tetapi justru terseret arus sistem dunia (Asih Rachmani Endang Sumiwi, 2018). Takaliuang mengutip hasil survei yang telah diperoleh The Barna Group bahwa perlahan-lahan mereka yang Kristen Injili kelihatannya mempunyai hasrat mengikuti gaya kehidupan hedon materialistik yang terpusat pada kepentingan sendiri maupun berperilaku secara tidak bermoral dalam seksualitas selayaknya orang duniawi pada umunya (Takaliuang, 2013). Hal tersebut
berbeda dengan nasihat Paulus melalui Surat Roma
12:2 dengan menyampaikan bahwa nilai kehidupan
orang percaya seharusnya sama sekali berbeda
dengan nilai yang dipegang oleh mereka yang belum percaya kepada
Kristus, sebab hal tersebut berhubungan
dengan status dan komitmen untuk mempersembahkan kehidupan sepenuhnya untuk kemuliaan Allah yang terdapat di Roma 12:1.
������������� Melihat hasil wawancara (Tabel1), Firman Allah
yang disampaikan oleh Paulus berbeda
dengan apa yang telah diperoleh dari pernyataan V, S, Z, T, A, H,
dan F yang menyatakan bahwa
orang percaya sudah terpapar pola hidup
yang hedonis dan ambisi mengejar popularitas yang berlebihan dalam dunia pelayanan gereja, mengejar pemenuhan keinginan-keinginan daging, merugikan sesama, menjadi hamba uang, mudah kecewa. Oleh karena itu, semua nilai
tersebut merupakan nilai-nilai yang digunakan oleh
dunia demi memperoleh apa
yang hendak dicapainya, menghalalkan segala cara tanpa mempedulikan
yang di sekitar menjadi
korban atau tidak, sehingga bertentangan dengan karakter pribadi yang sudah diperbaharui dalam Kristus Yesus. Maka Susanto Dwiraharjo menyampaikan bahwa semua orang percaya yang sudah mengalami pembenaran, sesungguhnya meruupakan oknum yang sudah meninggalkan dunia, sehingga juga telah meninggalkan kehidupan yang lama untuk hidup dalam
pembaharuan dengan keberanian menjauhi pola hidup duniawi
(Dwiraharjo et al., 2018).
����������� Petrus
mengingatkan kepada orang
yang megiring Kristus bahwa kehendak Allah adalah umat-Nya berbuat yang baik oleh karena kehidupan dan kemerdekaan yang telah dianugerahkan Allah menjadikan mereka hamba, sehingga tidak boleh disalahgunakan
dengan melakukan apa yang jahat di hadapan-Nya (1 Petrus 2:15-16 (TB)). Dengan
kata lain ada suatu pesan penting untuk
mengingatkan perbedaan yang
seharusnya terdapat antara orang yang sudah di dalam Kristus dan mereka yang masih tergolong di luar iman, dengan menyadari
bahwa mereka bukan berasal dari
dunia dan karena itu harus tampil berbeda
dari mereka yang duniawi seperti yang digambarkan oleh Asih dan Joseph bahwa terdapat pada kenyataannya pelayan Tuhan yang mengajukan tuntutan fasilitas untuk melaksanakan kegiataan yang mempunyai hubungan dengan hal ibadah seperti menuntut merek mobil tertentu, meminta diperlakukan secara khusus dan berani memberi tarif untuk pelayanan
yang hendak dilaksanakan (Asih Rachmani Endang; Joseph
Christ Santo Sumiwi, 2019). Maka kasih tidak berhenti
pada pengetahuan semata tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya seturut dengan kehendak dan perintah Allah, tetapi kasih bertindak
dan mewujudkan apa yang sudah diketahui tentang kebenaran.
������������� Kasih
menuntut orang-orang percaya
berkorban demi orang lain, dan menekankan
keutamaan melayani dibanding dilayani seperti yang diungkapkan Kristus sendiri yang menyatakan hadir di dunia dengan tujuan melayani
dan bahkan mempersembahkan nyawa untuk semua
orang, bukan untuk dilayani (Matius 10:28). Bahkan diungkapkan-Nya bahwa adalah lebih
berbahagia jika orang percaya mengutamakan sifat memberi dibanding
kecenderungan selalu mau menerima sesuatu
(Kisah Para Rasul 20:35). Hal tersebut
disepakati oleh Edwin yang menyatakan
bahwa orang percaya sebagai wakil Kristus mempunyai tanggung jawab menjadi menjelmakan
anugerah Allah di tengah
dunia melalui kasih dengan memprioritaskan kepentingan sesama di atas kepentingan diri sendiri, sebab
kasih menolak perzinaan, pembunuhan, pencurian, keinginan atas milik sesama
(G., 2021). Oleh karena
itu, justru menjadi suatu anomali
dan bahkan ironis apa bila seseorang
yang membuat pengakuan dirinya sebagai orang percaya di dalam Kristus Yesus, hidup tidak berbeda
dengan nilai dunia ini.
�������������� Status
dan identitasnya telah diperbaharui, seharusnya pola pikir dan tindakan orang percaya pun menjadi baru sejalan
dengan status baru yang melekat pada mereka sebagai mempelai Kristus, sehingga orang percaya selayaknya hidup sesuai kebenaran
Dia yang telah mengangkat mereka sebagai kekasih-kekasih-Nya. Kristianto dkk �menyampaikan berkaitan dengan pelayanan di Panti Asuhan Salib
Putih Salatiga, peranan mengasuh anak-anak (termasuk anak-anak non Kristen) dilaksanakan karena dasar �KASIH� sebagai landasan yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya dalam kehidupan
yang dihidupi sehari-hari sebagai bentuk pelayanan. Maka, Bilo berpandangan bahwa kasih��� adalah musuh tertinggi
dari sifat egois sehingga menolak pencarian keuntungan pribadi, menolak pencarian� pujian��� maupun pencarian kehormatan manusiawi, terlebih� pencarian akan keuntungan pribadi(Bilo, 2018). Semua nilai tersebut yang dijunjung tinggi dan diharapkan, serta dikejar oleh dunia sehingga anak-anak terang seharusnya memegang nilai-nilai yang berbeda. Padahal firman Allah mengingatkan setiap orang percaya akan statusnya
sebagai umat yang kudus,
yang bermaksud menegaskan
status sebagai orang-orang yang telah
dikhususkan, dipisahkan dan
diberi kehormatan menjadi bagian dari panggilan dan rencana sorgawi (Ibrani 3:1) untuk menunjukkan perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara kegelapan
dan terang.
����������� Berbicara status kudus tidak
dapat dipisahkan dari kewajiban kesetiaan umat kepada Allah dan perintah-perintahNya
sebagaimana Yesus telah memberi keteladanan
kesetiaan-Nya kepada BapaNya, dan Musa pun telah membuktikan kesetiaan-nya kepada rumah Allah yang berbicara proyek-Nya (Ibrani 3:1-2). Maka kesetiaan merupakan sifat yang berhubungan erat baik dengan
iman tetapi juga dengan siapa yang diimani atau dipercayai,
sebab dari situlah timbul dasar penyembahan yang murni kepada Allah sebagai Pemilik Satu-satunya atas kehidupan
mereka yang telah diperdamaikan dengan Dia di dalam Kristus.
Namun, apa bila orang percaya menjadi garam yang tawar sehingga tidak berfungsi sesuai tujuan yang sudah ditetapkan Allah? Sama seolah sebuah bolam lampu
yang dibeli tetapi tidak dapat menyala
untuk menerangi suatu ruangan dan orang yang terdapat di dalamnya, apa manfaatnya? Sehingga Hendrik dan Alon berkata
bahwa menjadi suatu kewajiban setiap orang Kristen untuk berubah sehingga berbeda dengan dunia, dan sebaliknya wajib menjadi serupa dengan gambar pribadi
Yesus melalui perubahan secara moral maupun etika, juga secara mental dan spiritual, serta
pula secara motivasi (Sine & Nainggolan, 2021).
����������� Berkaitan
dengan tanggapan Zakaria dalam wawancara yang menyatakan pengejaran orang percaya akan pemenuhan
keinginan-keinginan daging menjadi suatu bukti
bahwa orang percaya memegang nilai duniawi yang justru bertolak belakang dengan status mereka. Sebab, Roma 8:5-8 (TB) menegaskan
bahwa barangsiapa hidup menuruti keinginan daging justru dipenuhi pikiran-pikiran yang juga dari daging sehingga berseteru dan bertentangan dengan Allah dan kehendak-Nya, dengan demikian berbeda dengan mereka yang dipimpin oleh Roh sebagai ciptaan
baru, dan hidup dalam keinginan Roh tersebut serta
tunduk kepada aturan dan perintah Allah ang hidup menurut Roh,
karena mempunyai pemikiran berasal dari Roh. Handi
berpandangan bahwa terdapat kasih yang pura-pura, sehingga Elfrida dalam mengutip
Gleason berpendapat bahwa hidup orang percaya yang sudah mengalami perubahan secara kontinu apa bila
dengan penuh penyerahan karena iman tanpa berpura-pura
pasti memberi hasil buah Roh,
sebab kepura-puraan merupakan penipuan atas diri pribadi
yang melakukannya (Siringo-ringo, 2019).
��������� Terdapat suatu kebenaran yang absolut antara perbedaan orang yang telah diperbaharui atau orang percaya dengan orang yang belum mengalami kasih karunia Allah yang serupa. Hal tersebut terdapat dalam perubahan yang dialami oleh akal budi, sehingga berbeda dengan dunia terdapat kejelasan tentang tujuan hidup orang percaya di tengah dunia ini. Alkitab menegaskan manusia hadir di dunia ini untuk memenuhi
tujuan Allah, sebab dunia tidak tahu arah
dan tujuan hidup sehingga tidak heran apa bila
orang yang belum percaya hidup berpusat pada pribadi mereka saja seperti yang dikatakan oleh Alfons. Oleh karena alasan tersebut,
orang percaya harus menyadari statusnya sebagai pelayan yang harus mengalami perubahan dari cara hidupnya yang lampau ketika mereka
belum dalam kebenaran, yakni pembaharuan pikiran seperti yang disampailan oleh Yotam (Kusnandar, 2018).
��������� Melalui pembaharuan,
orang percaya yang sungguh merdeka akan hidup
dalam perbedaan nilai dengan dunia, oleh karena melalui pembaharuan pola pikir, mereka mengetahui
sungguh-sungguh apa yang menjadi kehendak Allah bagi kehidupan mereka, bagi kehidupan
orang di sekitar mereka,
dan juga bagi dunia ini secara keseluruhan. Mereka tahu apa
yang baik di hadapan Allah sehingga mereka pasti akan menghindari
apa yang jahat di mataNya, mereka tahu apa yang berkenan
di hadapan Allah sehingga mereka akan berusaha
dan merindukan menyenangkan
Dia, mereka juga tahu apa yang sempurna
dalam cara pandang Allah sehingga mereka akan hidup
sesuai standar yang menjadi tolak ukur
Allah: yaitu dalam berpegang teguh pada nilai iman dan kekudusan sebagaimana seharusnya anak-anak yang berasal dari Allah hidup.
��������
Dalam 2 Timotius
3:17 (TB), setiap orang yang telah
menjadi milik Allah dipersiapkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik, yakni yang seturut apa yang Allah perintahkan dan kehendaki. Maka, pikiran yang sudah ditransformasi pasti menjadi dasar
yang melandasi setiap tindakan orang percaya seturut dengan kebenaran Allah. Oleh karena kebenaran yang diketahui seseoranglah yang memerdekakan pribadinya dari hidup dan tujuan yang di luar rencana Allah. Ada penolakan terhadap perbuatan yang tidak bermanfaat alias sia-sia dikarenakan sudah terdapat pengertian akan kehendak Allah dan bukan sebatas karena
suatu keterpaksaan(Asih Rachmani Endang Sumiwi, 2018), namun hidup dalam kebenaran
justru dikarenakan hatinya sudah mengalami
penerangan statusnya dorongan kesadaran bahwa karena sudah
dibenarkan (Santo, 2018).
��������� Febi menyampaikan
bahwa terdapat kekecewaan satu dengan yang lain di antara
orang-orang percaya, sehingga
kasih mereka menjadi dingin. Kekecewaan adalah manusiawi dan dapat dialami oleh siapapun, namun apa bila
kekecewaan mengakibatkan kasihnya tidaklah termanifestasi dengan baik, itu memberi
indikasi bahwa kekecewaan tersebut bertentangan dengan nilai kasih yang sesungguhnya mengampuni, tidak menyimpan kesalahan tetapi justru menutupi kesalahan orang lain. Sebab kasih selalu memberi
dan tidak menuntut, kasih berkorban dan bukan mengorbankan orang lain. Kristus sendiri telah aniaya, difitnah,
diludahi, disiksa hingga disalib, namun dia telah
mempertahankan perbedaannya
dengan dunia hingga akhir, sehingga telah memberi contoh
bagi semua orang percaya. Dia punya 1001 alasan untuk kecewa
tetapi dia memilih untuk tetap
mengampuni, dia hak untuk membalas
dendam tetapi dia memilih untuk tetap mengasihi, dia punya hak untuk
membatalkan penyaliban-Nya tetapi dia memilih
untuk tetap menyelesaikan tugas-Nya dengan tuntas sehingga
dengan demikian kasih-Nya terbukti dan perbedaan-Nya telah nampak di dunia hingga hari ini.
������������ Status
orang percaya yang melekat sebagai pengikut Kristus dan yang seharusnya hidup berdasarkan nilai kasih, serta
pembaharuan akal budi oleh karena sudah menjadi ciptaan
baru dapat dipertanyakan, oleh karena nilai yang diperlihatkan oleh mereka justru mirip
dan bahkan sama dengan nilai hidup
mereka yang belum di dalam Kristus, dan itu merupakan suatu
persoalan yang memprihatinkan
bagi kekristenan. Maka, 1 Yohanes 3:18 (TB) menasihati orang-orang percaya untuk menunjukkan kasih dengan perbuatan
yang benar dan bukan sekedar dengan perkataan manis yang keluar dari mulut
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kemerosotan nilai kasih merupakan
persoalan baru yang memengaruhi kehidupan orang percaya di masa kini oleh
karena dua penyebab: pertama, orang percaya belum sepenuhnya mendedikasikan
hidup mereka untuk memuliakan Allah. Yakni,
tujuan kehidupan yang dihidupi oleh sebagian orang percaya bukanlah untuk memuliakan Kristus, tetapi justru untuk kepentingan
diri sendiri. Kedua, Orang percaya terpengaruh arus sistem dunia, yakni dengan perlahan-lahan memperlihatkan hasrat mengikuti gaya kehidupan hedon materialistik yang terpusat pada kepentingan sendiri maupun berperilaku secara amoral dalam hal seksual seperti
dunia pada umunya. Sehingga
menjadi batu sandungan dan bergeser dari misi
Allah.
�Oleh karena itu, diperlukan
penguatan pembinaan baik secara spiritual maupun secara karakter
melalui pelayanan pastoral dengan program khusus seperti pemuridan dan program gereja yang lainnya, dalam rangka mengembangkan
dan meningkatkan kualitas kehidupan orang percaya sehingga melalui tindakan kasih yang nyata, umat Allah hadir menjadi saksi
dan surat yang terbuka dari Kristus Yesus
kapan pun dan di mana pun berada.
Sebab tanpa kasih, kekristenan tidak ada arti dan relevansinya pasti dipertanyakan, karena mendedikasikan hidup kepada Allah dan memuliakan namaNya merupakan respon yang benar dan tepat atas kasih-Nya
yang telah diterima oleh setiap orang yang ada di dalam Kristus Yesus.
BIBLIOGRAFI
Afni Esda Jayanti. (2018). Hubungan
Agama dan Etos Kerja bagi Jemaat di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat
Cahaya Kasih. SKRIPSI Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Bilo, Dyulius Thomas. (2018). Kara
13kteristik Kasih Kristiani Menurut 1 Korintus. PHRONESIS: Jurnal Teologi
Dan Misi, 1(1), 1�17.
Dwiraharjo, Susanto, Tinggi, Sekolah,
Baptis, Teologi, & Pendahuluan, I. (2018). Persembahan Yang Hidup Sebagai
Buah dari Pembenaran oleh Iman Menurut Roma 12:1-2. Prudentia: Jurnal
Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 1(1), 1�6.
Fios, Frederikus. (2019). Menjadi Manusia
Spiritual-Ekologis Di Tengah Krisis Lingkungan Sebuah Review. Jurnal Sosial
Humaniora, 12(1), 39�50.
G., Edwin J. (2021). �Esensi Kekristenan
Dalam Roma 12:1-2.� Ambassadors: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani,
2(1), 1�22.
H., Amir. (2020). Metode Penelitian dan
Perkembangan. Journal of Undergraduate, Social Science and Technology. 3�9.
Imron Muttaqin. (2019). Analisis Faktor
Penyebab dan Dampak Keluarga Broken Home. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan
Anak, 6(2), 245�256.
Kompas.com. (n.d.). �Dugaan Korupsi Dana
Gereja Rp. 4,7 Triliun, Jemaat Saling Lapor�, Kompas.com 11 Maret 2013
https://amp.kompas.com/regional/read/2013/03/11/19424221/regionaljawa,
dikunjungi pada Kamis 27 Januari 2022 jam 21:16 wib.
Kristianto, Yozabad Bagas Ady; Yonatan
Yakub Mononimbar; Paulus Karaeng Lembongan. (2020). Pemahaman Nilai-nilai Iman
Kristen Melalui Kegiatan Kerohanian di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga.
Kusnandar, Yotam Teddy. (2018). Pentingnya
Golden Character. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 1(1),
11. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v1i1.10
Lima, Jadi Sampurna. (2020). Jadi Sampurna
Lima, �Injil Sebagai Kabar Tentang Kembalinya Kemuliaan Tuhan Ke Dalam Segenap
Ciptaan. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat, 4(1),
1. https://doi.org/https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.169.
Maia, Pe Jope. (2019). JURNAL JUMPA Vol.
VII, Edidi Khusus, Januari 2019| 80. Jurnal Jumpa, VII, 80�100.
Merdeka.com. (n.d.). Merdeka.com, �3 Fakta
Terbaru Oknum Pendeta yang Perkosa Korban Selama 16 Tahun 22 September 2020�,
https://m.merdeka.com/jatim/3-fakta-terbaru-oknum-pendeta-yang-perkosa-korban-selama-16-tahun.html,
Jumat 28 Januari 2022 jam 10.28 wib.
Nicolas, Djone Georges. (2022). Interview
dengan narasumber Alfons Abednego, Tirza Manaroinsong Handy, Suyanto, Aurel,
Febi, He, Veni, Hia, Zakaria �Wawancara Dilaksanakan Pada Hari Selasa 4 Januari
2022 Jam 19.30 Wib Pada Komunitas Sel Parakletos Cengkareng Jakarta Barat, Dan
Jumat 14 .
Salurante, Tony, Bilo, Dyulius Th., &
Kristanto, David. (2021). Transformasi komunitas misi: Gereja sebagai ciptaan
baru dalam Roh Kudus. Kurios, 7(1), 136.
https://doi.org/10.30995/kur.v7i1.234
Samben, Trinanda, & Christian, Grace.
(2021). Kasih Kristus Sebagai Landasan Pangajaran Guru Kristen dalam
Pendisiplinan Siswa. 1(1).
Santo, Joseph Christ. (2018). Makna dan
Penerapan Frasa Mata Hati yang Diterangi dalam Efesus 1:18-19. Jurnal
Teologi Berita Hidup, 1(1), 18�19.
https://doi.org/10.38189/jtbh.v1i1.1
Siahaya, Johannis, Siahaya, Karel Martinus,
& Rinukti, Nunuk. (2020). Tuhan Ada di Mana-mana: Mencari Makna bagi Korban
Bencana di Indonesia. Kurios, 6(1), 103.
https://doi.org/10.30995/kur.v6i1.147
Sine, Hendrick, & Nainggolan, Alon
Mandimpu. (2021). Menelaah Kehendak Allah Bagi Orang Percaya Berdasarkan
Roma 12 : 2. 8(2),
104�117.
Siringo-ringo, Elfrida. (2019). Pemahaman
Ibadah Sejati Berdasarkan Roma 12:1-2 terhadap Pertumbuhan Kerohanian Remaja
GPPS Maranata Diski: Studi Eskesegetis. PROVIDENSI : Jurnal Pendidikan Dan Teologi, 1(1), 27�51.
https://doi.org/10.51902/providensi.v1i1.51
Soegiarto, Samuel. (2012). Konsep Kasih
Allah Menurut Choan-Seng Song dan Aplikasinya Terhadap Pelaksanaan Misi
Gereja-Gereja di Indonesia. Veritas: Jurnal Teologi Dan Pelayanan, 13(2),
231�250. https://doi.org/10.36421/veritas.v13i2.262
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharta, I. Made. (2020). Pastoral
Konseling Terhadap Anak Usia 5-12 Tahun Yang Mengalami Krisis Kasih Sayang. SCRIPTA:
Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kontekstual, 4(2), 158�181. https://doi.org/10.47154/scripta.v4i2.41
Sumiwi, Asih Rachmani Endang; Joseph Christ
Santo. (2019). Menerapkan Konsep Pelayan Tuhan Perjanjian Baru pada Masa Kini. EPIGRAPHE:
Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 3(2), 94.
https://doi.org/10.33991/epigraphe.v3i2.129
Sumiwi, Asih Rachmani Endang. (2018).
Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2. Jurnal Teologi
Berita Hidup, 1(1), 46�56. https://doi.org/10.38189/jtbh.v1i1.4
Sutoyo, Daniel. (2014). Gaya Hidup Gereja
Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 2: 42-47 Bagi Gereja Masa Kini. Jurnal
Antusias, 3(6), 1�31.
Takaliuang, Jammes Juneidy. (2013). Ibadah
Sebagai Gaya Hidup Menurut Roma 12:1 dan Implikasinya bagi Ibadah Masa Kini. Missio
Ecclesiae, 7(1), 136�148.
Theresia Endang Sulistyawati. (2020).
Bersukacitalah Senantiasa Menurut 1 Tesalonika 5:16 dan Implikasinya bagi Orang
Percaya Dalam Menghadapi Krisis Akibat Pandemi Covid-19. LOGIA: Jurnal
Teologi Pentakosta, 2(1), 97�109.
William MacDonald. (2015). Believers
Bible Commentary: Letter to The Colossians, Ed.1 (2015): 41. (1st ed.;
Thomas Nelson, Ed.). Nashville.
Yonathan Alex Arifianto, Dicky Dominggus.
(2020). Deskripsi Teologi Paulus Tentang Misi dalam Roma 1: 16-17. ILLUMINATE:
Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani, 3(6), 1�14.
Zega Sekolah Tinggi Teologi Injili
Arastamar Nias Selatan, Sabariah. (2020). Refleksi Teologis tentang Makna
Ibadah yang Sejati. Voice of HAMI: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama
Kristen, 3(1), 28�38.