STRATEGI KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TUMPANG PITU BANYUWANGI

 

Mohammad Firdaus Alkautsar

Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Indonesia

[email protected]

 

Keywords

Abstract

Policing; Conflict Resolution; Tumpang Pitu Banyuwangi

Mount Tumpang Pitu, which is located in the Sumberagung Village area, Pesanggaran District, Banyuwangi Regency, East Java, is a gold mining area managed by PT Bumi Suksindo (PT BSI) with an area of ​​4,998 Ha. The mining location will change the landscape conditions of Sumber Agung Village. and surrounding. This mine operates based on a Production Operation Mining Business Permit (IUP OP) granted by the Banyuwangi Regent with Decree No. 188/547/KEP/429.011/2012 on 9 July 2012, and has undergone the most recent amendment through Decree No. 188/928/KEP/429.011/2012 on 7 December 2012. The IUP OP has a validity period of up to 25 January 2030. The existence of the mine in the overlapping pit has caused an intensive reaction of rejection from the community. This study aims to find out how the policing strategy is in resolving the Banyuwangi overlapping conflict. This research uses a qualitative approach with a case study approach. The data collection technique was carried out by means of a literature study. The data that has been collected is then analyzed using three stages, namely data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of the study show that the police strategy in resolving the Tumpang Pitu Banyuwangi conflict is that the police establish dialogue and communication, mediate, maintain security and order, encourage peaceful conflict resolution, and build public trust.

Kata Kunci

Abstrak

Pemolisian; Penyelesaian Konflik; Tumpang Pitu Banyuwangi

Gunung Tumpang Pitu, yang terletak di wilayah Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, merupakan area pertambangan emas yang dikelola oleh PT Bumi Suksindo (PT BSI) dengan luas mencapai 4.998 Ha menjadi lokasi pertambangan akan merubah kondisi bentang alam desa sumber agung dan sekitarnya. Tambang ini beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang diberikan oleh Bupati Banyuwangi dengan Keputusan No. 188/547/KEP/429.011/2012 pada tanggal 9 Juli 2012, dan telah mengalami perubahan terakhir melalui Keputusan No. 188/928/KEP/429.011/2012 pada tanggal 7 Desember 2012. IUP OP tersebut memiliki masa berlaku hingga 25 Januari 2030 keberadaan tambang di tumpang pitu menimbulkan reaksi penolakan yang intensif dari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik tumpang pitu Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi kepolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi adalah polisi membangun dialog dan komunikasi, mediasi, menjaga keamanan dan ketertibam, mendorong penyelesaian konflik secara damai, dan membangun kepercayaan masyarakat.

Corresponding Author: Mohammad Firdaus Alkautsar

E-mail: [email protected]

Description: https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

PENDAHULUAN

Gunung Tumpang Pitu, yang terletak di wilayah Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, merupakan area pertambangan emas yang dikelola oleh PT Bumi Suksindo (PT BSI) dengan luas mencapai 4.998 Ha (Inggar Wardani, 2023). Tambang ini beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang diberikan oleh Bupati Banyuwangi dengan Keputusan No. 188/547/KEP/429.011/2012 pada tanggal 9 Juli 2012, dan telah mengalami perubahan terakhir melalui Keputusan No. 188/928/KEP/429.011/2012 pada tanggal 7 Desember 2012. IUP OP tersebut memiliki masa berlaku hingga 25 Januari 2030 (Nur Nafi�ah, 2022).

Pengelolaan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu berpotensi merubah kondisi alam di sekitar Desa Sumberagung. Gunung ini memiliki makna penting bagi masyarakat sebagai benteng alami yang melindungi mereka dari potensi bencana alam seperti tsunami, seperti yang terjadi pada tahun 1994. Selain itu, aktivitas penambangan juga berpotensi mengancam fungsi resapan air. Lokasi tambang yang hanya berjarak 3 km dari kampung nelayan Pancer serta rencana kolam penampungan limbah tambang yang berjarak kurang lebih 6,7 km dari TPI Pancer, menimbulkan ancaman terhadap keberlangsungan nelayan (Arifin, Ma�ali, & Kholish, 2023).

Keberadaan tambang di Gunung Tumpang Pitu telah menimbulkan penolakan yang kuat dari masyarakat sekitar. Aksi protes yang melibatkan ribuan orang dilakukan pada 13 November 2008, di Gedung DPRD Banyuwangi. Selain itu, aksi mogok makan di depan Kantor Bupati Banyuwangi dilakukan pada 16-21 Maret 2016, dengan tujuan menyampaikan penolakan terhadap tambang. Meskipun masyarakat berusaha berdialog dengan Bupati Banyuwangi melalui aksi-aksi tersebut, respons yang diharapkan tidak diperoleh. Bahkan, beberapa warga desa di kawasan Sumberagung mengalami kriminalisasi akibat pemasangan spanduk "tolak tambang" pada April 2017 (Yunita, 2018). Oleh karena itu, perlu adanya strategi pemolisian dalam hal ini.

Strategi pemolisian dalam penyelesaiannya mencakup upaya-upaya untuk mengatasi ketegangan, menghindari eskalasi konflik, serta memastikan bahwa semua pihak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi merujuk pada pendekatan dan tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi di lokasi pertambangan tersebut.

Penelitian terdahulu mengkaji strategi pemolisian dalam pencegahan konflik tawuran antar warga oleh polres metro jakarta selatan (Arisca & Lubis, 2022). Penelitian lain mengkaji strategi pemolisian masyarakat dalam pencegahan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme (Arisca & Lubis, 2022). Sehingga belum adanya penelitian mengenai strategi kepolisian dalam penyelesaian konflik tumpang pitu banyuwangi menjadi kebaharuan dalam penelitian ini. Penelitian ini dapat memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana strategi pemolisian dapat berperan dalam penyelesaian konflik tumpang pitu di banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik tumpang pitu banyuwangi.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Objek yang dituju pada penelitian ini adalah tambang di gunung tumpang pitu Banyuwangi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber-sumber literatur yang relevan dengan topik penelitian, seperti jurnal-jurnal, buku-buku, laporan penelitian, dan dokumen-dokumen lainnya yang terkait dengan strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi yang diperoleh dari Google Schoolar. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

 

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tambang dapat mengakibatkan kerusakan pada ekosistem alami seperti hutan, sungai, dan lahan pertanian. Penggalian, pengangkutan, dan pemanfaatan bahan tambang dapat mengganggu struktur dan komposisi ekosistem, menyebabkan kehilangan habitat bagi flora dan fauna serta mengganggu keseimbangan ekologis (Nadya, 2018). Aktivitas pertambangan dapat mencemari kualitas air dengan zat-zat kimia seperti logam berat yang terlepas dari batuan tambang. Air limbah dari tambang dapat mencemari sungai dan sumber air, mengancam kualitas air minum dan kehidupan akuatik (Indah & Norsita Agustina, 2020). Selain itu, debu dan partikel berbahaya yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan dapat mencemari udara dan menyebabkan polusi udara. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan sekitar (Al Idrus, 2013).

Dampak negatif dari pertambangan ini menuai konflik dari warga sekitar gunung tumpang pitu hingga menyebabkan kriminalisasi. Empat orang warga dihadapkan pada dakwaan Pasal 107 huruf a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Pada tanggal 23 Januari, salah satu dari tersangka, yang bernama Heri Budiawan alias Budi Pego, menjalani proses peradilan dan akhirnya divonis hukuman penjara selama 10 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. Namun, tim kuasa hukum yang mewakili Heri Budiawan mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) sebagai langkah hukum berikutnya. Pada 25 Juni 2018, berdasarkan putusan MA, Heri Budiawan diberikan surat perpanjangan penahanan selama maksimal 60 hari. Selama rentang waktu 2015 hingga 2017, terdapat 15 kasus kriminalisasi yang terjadi dalam lima kasus yang berbeda yang melibatkan warga Tumpang Pitu. Para warga ini dihadapkan pada tindakan hukum akibat penolakan mereka terhadap keberadaan tambang di daerah tersebut.

Banyaknya kriminalisasi ini perlu diatasi dengan bantuan polisi. Polisi dalam masyarakat berperan sangat penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan keadilan (Anshar & Setiyono, 2020). Strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi merujuk pada pendekatan dan tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi di lokasi pertambangan tersebut. Berikut adalah strategi kepolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi:

1.       Membangun dialog dan komunikasi

Polisi harus membangun dialog dan komunikasi yang efektif dengan masyarakat. Polisi harus mendengarkan aspirasi masyarakat dan memahami kekhawatiran mereka (Novyanti, Damara, Putri, Aisy, & Woelan, 2023). Polisi juga harus menjelaskan secara transparan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertambangan di Tumpang Pitu.

2.      Melakukan mediasi

Jika dialog dan komunikasi tidak berhasil, polisi dapat melakukan mediasi antara masyarakat dan pemerintah. Mediasi adalah proses negosiasi yang dibantu oleh pihak ketiga yang netral (Anisa, 2015). Mediator akan membantu kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.

3.      Menjaga keamanan dan ketertiban

Polisi juga harus menjaga keamanan dan ketertiban di lokasi konflik. Polisi harus mencegah terjadinya kekerasan dan kerusuhan (Widarma, Lubis, & Zulkarnain, 2022). Polisi juga harus melindungi hak-hak masyarakat yang dirugikan oleh pertambangan di Tumpang Pitu.

4.      Mendorong penyelesaian konflik secara damai

Polisi harus mendorong penyelesaian konflik secara damai. Polisi harus menghindari penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik (Sinaga, 2019). Polisi juga harus memberikan bantuan hukum dan advokasi kepada masyarakat yang dirugikan oleh pertambangan di Tumpang Pitu.

5.      Membangun kepercayaan masyarakat

Polisi harus membangun kepercayaan masyarakat (Febrieta & Pertiwi, 2018). Polisi harus dapat menunjukkan bahwa mereka berpihak pada masyarakat dan melindungi hak-hak masyarakat. Polisi juga harus dapat menunjukkan bahwa mereka transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya.

 

Strategi kepolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Polisi harus bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menyelesaikan konflik ini secara damai dan berkeadilan (Hilmawan, 2020). Pada implementasinya terdapat tantangan dan hambatan dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi meliputi berbagai aspek yang mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan upaya penyelesaian. Beberapa di antaranya adalah:

1.       Resistensi dari Pihak Terlibat

Adanya penolakan atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, seperti masyarakat setempat atau kelompok aktivis lingkungan, dapat menjadi hambatan dalam menciptakan kesepakatan dan solusi bersama.

2.      Perbedaan Pandangan dan Kepentingan

Konflik sering kali timbul dari perbedaan pandangan dan kepentingan antara berbagai pihak yang terlibat. Tantangan ini mencakup upaya untuk merangkul berbagai sudut pandang yang berbeda dan mencari titik tengah yang dapat diterima oleh semua pihak.

3.      Keterbatasan Sumber Daya

Terbatasnya sumber daya manusia, finansial, dan teknologi dalam penyelesaian konflik dapat memperlambat proses dan mengurangi efektivitas upaya penanganan.

4.      Tekanan Eksternal

Tekanan dari berbagai pihak eksternal, seperti perusahaan pertambangan, pemerintah pusat, atau kelompok ekonomi, dapat mempengaruhi dinamika penyelesaian konflik dan memperumit upaya pemolisian.

5.      Tingkat Keterlibatan Masyarakat

Tantangan muncul jika tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelesaian konflik rendah, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.

6.      Reaksi Emosional

Emosi dan perasaan yang kuat dari pihak-pihak yang terlibat dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi dan mencapai solusi rasional.

 

�� Strategi pemolisian apabila diimplementasikan secara efektif akan memberikan beberapa manfaat terhadap berbagai aspek diantaranya yakni:

3.      Aspek Keamanan

Strategi pemolisian yang melibatkan pendekatan dialog, mediasi, dan penjagaan keamanan dapat memberikan perlindungan dan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik. Penyelesaian konflik secara damai dan teratur juga dapat mengurangi potensi terjadinya bentrokan fisik atau tindakan kekerasan.

4.      Aspek Hubungan Masyarakat

Strategi pemolisian yang berfokus pada komunikasi, dialog, dan mediasi dapat memperbaiki hubungan antara berbagai pihak yang terlibat dalam konflik. Penanganan yang transparan dan partisipatif dapat membantu membangun kepercayaan antara masyarakat, aparat kepolisian, dan pihak terkait lainnya.

5.      Aspek dampak Lingkungan

Strategi pemolisian yang mengutamakan perlindungan lingkungan dapat membantu mencegah atau mengurangi dampak negatif aktivitas tambang terhadap alam sekitar. Pemantauan dan penegakan hukum terhadap aturan lingkungan juga dapat berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.

Evaluasi dampak tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa strategi pemolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi telah memberikan manfaat positif dalam menjaga keamanan, memperbaiki hubungan masyarakat, dan melindungi lingkungan.

 

 

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kepolisian dalam penyelesaian konflik Tumpang Pitu Banyuwangi merujuk pada pendekatan dan tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi di lokasi pertambangan tersebut. Polisi harus membangun dialog dan komunikasi yang efektif dengan masyarakat. Pertama, polisi aktif membangun dialog dan komunikasi antara berbagai pihak terkait konflik, termasuk masyarakat, perusahaan tambang, dan pemerintah. Selanjutnya, pendekatan mediasi menjadi komponen penting dalam strategi kepolisian. Polisi berperan sebagai mediator yang berusaha menghubungkan dan membantu pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dengan menerapkan pendekatan ini, polisi menciptakan ruang yang aman untuk berdiskusi dan meredam ketegangan antara berbagai pihak.

Pengamanan dan penegakan ketertiban juga menjadi bagian sentral dari strategi tersebut. Polisi berupaya menjaga keamanan di wilayah yang terkait konflik, mencegah terjadinya eskalasi kekerasan, serta memastikan bahwa setiap tindakan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, strategi kepolisian juga mendorong penyelesaian konflik secara damai. Polisi berperan dalam mendorong pihak-pihak terlibat untuk mencari solusi melalui dialog, negosiasi, dan kompromi, dengan tujuan menghindari konfrontasi yang dapat memperburuk situasi. Polisi juga berupaya membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Hal ini dilakukan dengan transparansi dalam tindakan dan kebijakan, komunikasi yang efektif, serta keterbukaan terhadap aspirasi masyarakat. Dengan membangun kepercayaan, polisi dapat lebih efektif dalam meredam ketegangan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyelesaian konflik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

Al Idrus, Syarifa Wahidah. (2013). Pencemaran Udara Akibat Pengolahan Batu Kapur Di Dusun Open Desa Mangkung Praya Barat. Jurnal Pijar Mipa, 8(2). 10.29303/jpm.v8i2.83

 

Anisa, Lina Nur. (2015). Implementasi Prinsip Neutrality Dalam Proses Mediasi. Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 9(1), 179�197. https://doi.org/10.56997/almabsut.v9i1.20

 

Anshar, Ryanto Ulil, & Setiyono, Joko. (2020). Tugas dan Fungsi Polisi sebagai penegak hukum dalam Perspektif Pancasila. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2(3), 359�372. https://doi.org/10.14710/jphi.v2i3.359-372

 

Arifin, H. Syamsul, Ma�ali, Abul, & Kholish, Moh Anas. (2023). Jihad Ekologis Kaum Bersarung: Melawan Eksploitasi, Meneguhkan Green Constitution. Pustaka Peradaban.

 

Arisca, Fandi, & Lubis, Akhyar Yusuf. (2022). Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Konflik Tawuran Antar Warga oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Jurnal Ilmu Kepolisian, 16(2), 17. https://doi.org/10.35879/jik.v16i2.352

 

Febrieta, Ditta, & Pertiwi, Yuarini Wahyu. (2018). Rasa aman sebagai prediktor kepercayaan masyarakat dengan hadirnya polisi. MEDIAPSI, 4(2), 68�75.

 

Hilmawan, Tedi. (2020). Strategi Dan Advokasi Pondok Pesantren dalam Menyelesaikan Masalah Konflik Sosial (Studi Analisis Pondok Pesantren Al-Ittihad Jabung Lampung Timur). Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies, 2(1), 150�167. 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2165

 

Indah, Meilya Farika, & Norsita Agustina, S. K. M. (2020). Dampak Kualitas Aliran Sungai Terhadap Paparan Merkuri (Hg) Pada Penambangan Emas. Deepublish.

 

Inggar Wardani, Riska. (2023). Analisis Eksternalitas Pada Usaha Pertambangan Emas Oleh PT BSI Di Desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Universitas Islam Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

 

Nadya, Nanda. (2018). Keragaman Vegetasi pada Areal Lahan Tambang Emas di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.

 

Novyanti, Dewa Ayu Chyntia, Damara, Dinda Putri, Putri, Nabila Cahyani, Aisy, Nafisa Rihadatul, & Woelan, Roro Retno. (2023). Analisis Framing Intimidasi Pemerintah Lampung Terkait Infrastruktur Di Kompas. Com & Detik. Com. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 9(16), 168�179.

 

Nur Nafi�ah, Aufa Nadia Tirta. (2022). Problematika Perizinan Tambang Emas Tumpang Pitu Berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 Kabupaten Banyuwangi Perspektif Hukum Lingkungan Dan Hukum Agraria. UIN Kiai Haji Ahmad Siddiq Jember.

 

Sinaga, Lestari Victoria. (2019). Pelaksanaan Tugas Kepolisian Dalam Penanggulangan Konflik Sosial Di Wilayah Polda Sumut. JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana, 1(2), 201�209.

 

Widarma, Widarma, Lubis, Ansori, & Zulkarnain, Novi Juli Rosani. (2022). Aspek Yuridis Dalam Pencegahan Demonstrasi Yang Dilakukan Secara Anarkis Di Wilayah Hukum Polrestabes Medan. Jurnal Retentum, 3(1), 243�252.

 

Yunita, Clara Elys. (2018). Konflik Tambang Emas Tumpang Pitu. Desa Sumber Agung. Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Sosiologi, 7(3), 99�117.