PENYELESAIAN KASUS TERSANGKA ODGJ MELALUI RESTORATIVE JUSTICE

 

Debi Triyani Murdiyambroto

Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Indonesia

[email protected]

 

Keywords

Abstract

Case Resolution; Restorative Justice; People with Mental Disorders

The application of justice is a process in which the principles of justice are applied in various contexts and situations, both in legal systems, organizations and interpersonal relationships. The principle of justice is based on fair, equal and proportional treatment of all individuals regardless of background, status or certain characteristics. There are unique challenges in handling cases involving suspected people with mental disorders in the legal system. The aim of this research is to examine the application of restorative justice in cases involving people with mental disorders. This study uses a qualitative method. Data collection techniques were carried out using literature studies obtained from Google Scholar. Researchers use reliable and relevant sources that have been published previously regarding restorative justice, case resolution, and other related aspects. The data that has been collected is analyzed using qualitative analysis methods. The research results show that restorative justice can be used to restore victims, perpetrators and communities. Restorative justice can help victims to obtain justice, perpetrators to take responsibility for their actions, and communities to prevent crimes from occurring in the future.

Kata Kunci

Abstrak

Penyelesaian Kasus; Restorative Justice; Orang dengan Gangguan Jiwa

Penerapan keadilan merupakan suatu proses di mana prinsip-prinsip keadilan diterapkan dalam berbagai konteks dan situasi, baik dalam sistem hukum, organisasi, maupun hubungan antarpribadi. Prinsip keadilan mendasarkan pada perlakuan yang adil, setara, dan proporsional terhadap semua individu tanpa memandang latar belakang, status, atau karakteristik tertentu. Terdapat tantangan unik dalam menangani kasus melibatkan tersangka orang dengan gangguan jiwa dalam sistem hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan restorative justice pada kasus yang melibatkan orang dengan gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan yang diperoleh dari Google Schoolar. Peneliti menggunakan sumber-sumber terpercaya dan relevan yang telah dipublikasikan sebelumnya tentang restorative justice, penyelesaian kasus, dan aspek terkait lainnya. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa restorative justice dapat digunakan untuk memulihkan korban, pelaku, dan komunitas. Restorative justice dapat membantu korban untuk mendapatkan keadilan, pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakannya, dan komunitas untuk mencegah kejahatan yang terjadi di masa depan.

Corresponding Author: Debi Triyani Murdiyambroto

E-mail: [email protected]

Description: https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

Penerapan keadilan merupakan suatu proses dimana prinsip-prinsip keadilan diterapkan dalam berbagai konteks dan situasi, baik dalam sistem hukum, organisasi, maupun hubungan antarpribadi. Prinsip keadilan mendasarkan pada perlakuan yang adil, setara, dan proporsional terhadap semua individu tanpa memandang latar belakang, status, atau karakteristik tertentu (Karya, 2023). Penerapan keadilan bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang adil, harmonis, dan berkelanjutan di dalam masyarakat atau organisasi (Asdlori, 2023).

Penerapan konsep keadilan dalam situasi kasus yang melibatkan individu dengan gangguan jiwa sering menghadapi tantangan khusus. Dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa, Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) didefinisikan sebagai individu yang mengalami gangguan dalam aspek pikiran, perilaku, dan perasaan, yang tercermin dalam berbagai gejala dan perubahan perilaku yang signifikan, serta mampu menyebabkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan peran manusia (WIBOWO, 2022).

Kasus-kasus yang melibatkan ODGJ memerlukan pendekatan yang lebih sensitif dan kompleks karena melibatkan individu yang mungkin memiliki keterbatasan mental atau emosional yang signifikan. Oleh karena itu, salah satu yang dapat diupayakan dalam hal ini adalah restorative justice. Restorative justice dapat diterapkan dalam berbagai kasus, termasuk kasus yang melibatkan ODGJ. Restorative justice adalah peradilan yang menekankan perbaikan atas kerugian yang disebabkan atau terkait dengan tindak pidana. Restorativ justice dilakukan melalui proses kooperatif yang melibatkan semua pihak (stakeholders) (Situmeang & Pudjiastuti, 2022).

Restorative Justice, atau yang sering diterjemahkan sebagai keadilan restoratif, adalah suatu model pendekatan yang muncul pada tahun 1960-an sebagai usaha untuk menyelesaikan perkara pidana (Taqiuddin & Risdiana, 2022). Berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam sistem peradilan pidana konvensional, pendekatan ini memberikan fokus pada keterlibatan langsung dari pelaku, korban, dan masyarakat dalam proses penyelesaian kasus pidana (Amdani, 2016).

Pada penelitian terdahulu meneliti mengenai perlindungan hukum menganai ODGJ yang dipasung dan diterlantarkan menunjukkan bahwa penerapan perlindungan hukum bagi ODGJ yang dipasung dan terlantar belum maksimal karena masih belum memberikan perlindungan preventif dan represif secara keseluruhan (Siregar, 2022). Penelitian lain meneliti perlindungan hukum korban tindak pidana yang dilakukan oleh ODGJ dihubungkan dengan tujuan negara hukum dalam sistem pemidanaan di Indonesia, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kejahatan oleh orang dengan ODGJ, harus memperoleh keadilan dan perlakuan yang adil dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Pemerintah dan penegak hukum mempunyai kewaiiban vang besar terhadap perlindungan dan pemulihan hukum korban tindak pidana kejahatan dalam sistem peradilan karena pemerintah turut bertanggungjawab atas kriminalisasi yang dirumuskannya dalam perundang-undangan pidana (Anchori, 2020). Belum adanya penelitian yang meneliti mengenai penyelesaian kasus melalui restorative justice dengan tersangka ODGJ, menjadi kebaharuan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan restorative justice pada kasus yang melibatkan orang dengan gangguan jiwa.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang diperoleh dari Google Scholar. Peneliti menggunakan sumber-sumber terpercaya dan relevan yang telah dipublikasikan sebelumnya tentang restorative justice, penyelesaian kasus, dan aspek terkait lainnya. Data yang telah dikumpulkan dari literatur tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam dan menyeluruh tentang pengalaman, perspektif, dan sudut pandang yang berbeda terkait restorative justice dengan tersangka berstatus ODGJ.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa (atau yang selanjutnya disebut UU Kesehatan Jiwa) yaitu orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Gangguan jiwa merupakan salah satu permasalahan yang tidak bisa disepelekan dan harus segera diatasi (Bila, 2022). Namun, hak-hak ODGJ sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang wajib dilindungi hak-haknya oleh Negara dan diatur pada Undang Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yang menjadi instrument penting dalam upaya kesehatan jiwa sehingga ODGJ dapat terpenuhi haknya sebagai warga negara, termasuk dalam memperoleh hak nya dalam pelayanan kesehatan (Ismail, 2020).

Perlindungan hukum korban tindak pidana yang dilakukan oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dihubungkan dengan Tujuan Negara Hukum, maka Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kejahatan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), harus memperoleh keadilan dan perlakuan yang adil dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Pemerintah dan penegak hukum mempunyai kewajiban yang besar terhadap perlindungan dan pemulihan hukum korban tindak pidana kejahatan dalam sistem peradilan karena pemerintah turut bertanggungjawab atas kriminalisasi yang dirumuskannya dalam perundang-undangan pidana. Upaya perlindungan dan pemulihan tersebut harus dilakukan oleh pemerintah (Anchori, 2020). Namun, bagaimapun kondisi tersangka perlu adanya pertanggungjawaban.

Menurut peneliti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pengertian khusus mengenai pertanggungjawaban (Herdaetha, 2017). Pasal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban adalah Pasal 44 yang menyatakan:

1.       Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

2.      Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

Indonesia sebagai negara hukum mengharuskan penegakan hukum oleh semua anggota masyarakat. Artinya, semua keputusan dibuat sesuaii dengan aturan hukum yang berlaku. Hukum adalah suatu sistem hukum yang mengatur tingkah laku masyarakat sebagai anggota masyarakat, dengan tujuan untuk memelihara keamanan, kebahagiaan, dan ketertiban masyarakat (Irabiah et al., 2022). Menurut peneiti negara hukum adalah negara yang bukan diperintah oleh orang-orang tetapi oleh undang-undang sehingga dalam sistem pemerintahan dalam suatu negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya, kewajiban-kewajiban rakyat harus dipenuhi dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan pemerintah dan Undang-Undang Negara (A. T. V. Sinaga & Bernarto, 2021).

Mengenai penegakan hukum di Indonesia, tidak akan bisa terlepas dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Salah satu fungsi hukum pidana adalah membatasi dan mengumumkan perbuatan yang dilarang. Ini disebut sebagai aturan perilaku, yang sebelumnya telah ditetapkan dan ditujukan kepada warga masyarakat sebagai perbuatan yang harus dihindari di bawah ancaman sanksi pidana. Selain itu, hukum memelihara keadaan tetap (statusquo) sekaligus secara fleksibel mengawal perubahan. Hukum, khususnya hukum pidana, dirancang untuk memelihara ketertiban, sama halnya melindungi kepentingan publik dan pribadi. Masyarakat menentukan beberapa kepentingan yang sangat penting perlu dijaga dengan suatu sistem kontrol secara formal. Oleh karena itu, hukum harus secara sah memberikan kepada kekuasaan negara untuk menegakkannya. Hukum adalah suatu sistem kontrol sosial secara resmi, yang mungkin diterapkan apabila bentuk kontrol sosial lainnya tidak efektif (Muhaimin, 2019).

Penanganan setiap kejahatan yang terjadi dalam masyarakat selama ini menggunakan jalur legal formal yakni melalui peradilan pidana dalam menemukan kesalahan pelaku tindak pidana guna menentukan pidana apa yang dapat dikenakan kepada pelaku kejahatan tersebut, sementara itu penyelesaian terhadap tindak pidana dengan menggunakan restorative justice mengusung falsafah integrasi yang solutif bagi mereka yang berkonflik dengan mengintegrasi kan prinsip musyawarah terhadap penyelesaian perkara (PIRDAUS, 2018). Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya (Hambali, 2019).

Restorative Justice bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga, dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum dengan menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat menjelaskan bahwa konsep Restorative Justice pada dasarnya sederhana (Arief & Ambarsari, 2018). Restorative justice merupakan salah satu upaya penyelesaian tindak pidana diluar sistem peradilan pidana (criminal justice system) dengan proses penyelesaian yang melibatkan korban, pelaku dan masyarakat serta pihak-pihak terkait dalam suatu tindak pidana yang terjadi. Salah satu tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui restorative justice adalah tindak pidana ringan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam Pasal 12 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana jo. Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (RIFIANI, 2021). Selain proses penyelesaiannya yang lebih cepat dibandingkan melalui jalur litigasi, penyelesaian perkara melalui restorative justice dianggap lebih dapat mewujudkan keadilan substantif sebagaimana diinginkan oleh para pihak (pelaku, korban dan masyarakat) yang dalam hal ini lebih fokus pada kepentingan korban. Restorative justice fokus pada pemulihan keadaan para pihak seperti sediakala sebelum terjadinya suatu tindak pidana (Wulandari, 2021).

Jika pelaku dan korban serta masyarakat yang dilanggar hak-haknya merasa telah tercapainya suatu keadilan melalui usaha musyawarah bersama, maka harapannya penyelenggaraan pemidanaan dapat dihindari. Hal ini menunjukan bahwa pelaku bukanlah objek utama dari pendekatan Restorative Justice, melainkan rasa keadilan serta pemulihan konflik itu sendirilah yang menjadi objek utamanya (H. S. R. Sinaga, 2021). Pengaturan Restorative Justice selama ini diatur dalam berbagai peraturan yakni diantaranya:

1.       Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor SE/8/VII/2018 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana;

2.      Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif;

3.      Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 01/PB/MA/111/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor Perber/01/111/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi;

4.      Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) di lingkungan Peradilan Umum pada 22 Desember 2020.

Proses Restorative Justice yang melibatkan ODGJ, perlu dilakukan dialog dan pertemuan antara tersangka ODGJ, korban, serta pemangku kepentingan terkait. Pertemuan semacam ini dapat membantu tersangka untuk memahami dampak dari tindakannya pada korban dan masyarakat, sementara korban memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaan, kebutuhan, dan harapan mereka. Dengan adanya pendekatan ini, tersangka ODGJ dapat mengembangkan empati terhadap dampak tindakan mereka dan mengakui tanggung jawab mereka. Namun, Restorative Justice tidak berarti bahwa pelaku bebas dari tanggung jawab hukum. Namun, pendekatan ini menggabungkan aspek keadilan substansial dengan pendekatan rehabilitatif, untuk mencapai solusi yang lebih bermakna bagi semua pihak yang terlibat. Dalam kasus ODGJ, Restorative Justice dapat memberikan peluang bagi pemulihan serta reintegrasi yang lebih efektif, sambil tetap mempertimbangkan keadilan bagi korban dan masyarakat.

 

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan restorative justice memberikan manfaat yang signifikan dalam memulihkan korban, pelaku, dan komunitas terkait. Restorative justice memiliki potensi untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dengan cara yang berbeda dari pendekatan tradisional dalam sistem hukum. Pada sisi korban, restorative justice membantu mereka untuk mendapatkan keadilan yang lebih mendalam. Korban memiliki kesempatan untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan mereka terhadap pelaku langsung. Proses ini memberikan ruang bagi korban untuk merasakan pemulihan secara emosional dan memberikan mereka rasa puas yang lebih besar daripada proses hukum konvensional. Bagi pelaku, restorative justice mendorong mereka untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. Melalui dialog dan pertemuan dengan korban, pelaku dihadapkan pada dampak dari perbuatannya secara langsung. Hal ini dapat mendorong mereka untuk merenungkan perbuatan mereka, menerima tanggung jawab, dan berkomitmen untuk berubah. Sementara itu, dalam konteks komunitas, restorative justice berfungsi sebagai upaya pencegahan kejahatan di masa depan. Dengan melibatkan komunitas dalam proses rekonsiliasi antara korban dan pelaku, masyarakat menjadi lebih sadar tentang dampak kejahatan dan memberikan dukungan untuk menghindari terulangnya tindakan serupa. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mengurangi potensi tindakan kriminal di masa mendatang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

Amdani, Y. (2016). Konsep Restorative Justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana pencurian oleh anak berbasis hukum islam dan adat Aceh. Al-�Adalah, 13(1), 76�81.

 

Anchori, Y. (2020). Perlindungan hukum korban tindak pidana yang dilakukan oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dihubungkan dengan tujuan negara hukum dalam sistem pemidanaan di Indonesia. ., 1(8), 1183�1200.

 

Arief, H., & Ambarsari, N. (2018). Penerapan Prinsip Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Al-Adl: Jurnal Hukum, 10(2), 173�190.

 

Asdlori, A. (2023). Pendidikan Islam Sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan: Peran Sistem Pendidikan Pesantren Dalam Implementasi Sdgs. Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi, 6(1), 124�130.

 

Bila, K. S. (2022). Perlindungan Hukum Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sebagai Korban Tindak Pidana Penganiayaan dalam Perspektif Viktimologi. RECIDIVE, 11(1), 92�99.

 

Hambali, A. R. (2019). Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana (Diversions for Children in Conflict with The Laws in The Criminal Justice System). Jurnal Ilmu Hukum, 13(1), 15�30.

 

Herdaetha, A. (2017). Pertanggungjawaban Kriminal Orang dengan Gangguan Jiwa. Jurnal Jurisprudence, 5(1), 34�42.

 

Irabiah, I., Suswanto, B., & Mafing, M. A. A. (2022). Penerapan Restorative Justice Pada Tingkat Penuntutan (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Kotamobagu). Perspektif, 27(2), 131�138.

 

Ismail, M. W. (2020). Perlindungan Hukum Orang Dengan Gangguan Jiwa (Odgj) Di Rumah Sakit Khusus Jiwa. Wal�afiat Hospital Journal, 1(1).

 

Karya, W. (2023). Eksekusi sebagai Mahkota Lembaga Peradilan. Jurnal Tana Mana, 4(1), 292�302.

 

Muhaimin, M. (2019). Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 19(2), 185�206.

 

Pirdaus, P. (2018). Restorative Justice Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Prostitusi (Studi Kasus Penutupan Lokalisasi Prostitusi Di Kota Jambi Tahun 2014). Universitas Batanghari.

 

Rifiani, A. (2021). Penerapan Restorative Justice Terhadap Kasus Tindak Pidana Ringan (Studi Kasus Di Polresta Mataram). Universitas Mataram.

 

Sinaga, A. T. V., & Bernarto, I. (2021). Pengaruh Disiplin Kerja, Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Dan Job Stress Terhadap Work Productivity Pada Perawat Di Rumah Sakit XYZ Jakarta. JMBI UNSRAT (Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan Inovasi Universitas Sam Ratulangi)., 8(3).

 

Sinaga, H. S. R. (2021). Penerapan Restorative Justice Dalam Perkara Narkotika di Indonesia. Jurnal Hukum Lex Generalis, 2(7), 528�541.

 

Siregar, E. P. S. (2022). Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (Odgj) Yang Dipasung Dan Ditelantarkan (Studi Kasus Di Dinas Sosial Jawa Timur). Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

 

Situmeang, S. M. T., & Pudjiastuti, D. (2022). Perlindungan Korban Kejahatan dalam Perspektif Restorative Justice dan Politik Hukum Indonesia. Journal Justiciabelen (JJ), 2(2), 153�166.

 

Taqiuddin, H. U., & Risdiana, R. (2022). Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Praktik Ketatanegaraan. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 6(1).

 

Wibowo, L. K. (2022). Tanggung Jawab Negara Melindungi Orang Dengan Gangguan Jiwa (Odgj)(Studi Kasus Kematian Odgj Anselmus Wara Di Kabupaten Ende). Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

 

Wulandari, C. (2021). Dinamika Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Jurnal Jurisprudence, 10(2), 233�249.